My Menus

Apr 5, 2015

Aliran Syi`ah di Indonesia

MAKALAH AQIDAH AKHLAK
"ALIRAN SYI`AH DI INDONESIA"



DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014



BAB I
 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Perkembangan umat manusia selalu mangalami perubahan taupun Revolusioner dalam khidupan, Sejalan dengan itu peradaban Umat islam berdasarkan kronologi nya mengalami berbagai masalah, rintangan, serta perubahan prilaku secara drastis. Peradaban demi peradaban terlalui maka umat islam mengalami perpecahan setelah Wafat nya baginda rasulullah saw, dikaraenakan beberapa Khalifah di bawah rasul kurang etis  dalam pelakukan proses perpolitikan di antara sesama nya, Di antara nya maalah pembaiatan Ali bin Abi thalib kemudian permassalahn tahkim yang di lakukan nya terhadap mu’awiyah bin Abu sofian sehinngga menimbulkan dua kubu atau pengikut setia di antara kedua para kalifah tersebut. Para pengikut Ali bin Abi Thaleb dapat di katakann sebagi syi’ah, maka disinilah akan sededikit kami interpretasikan tentang pengikut Ali Bin Abi thaleb tersebut.

Kata Syi’ah berarti “pengikut” atau “penolong” dan kata musyaaya’ah sepadan dengan kata musaasharah. Istilah ini dipungut dari peristiwa masa lalu yaitu khalifah ketiga, Ustman bin Affan terbunuh, yang mengakibatkan kaum muslimin terbagi menjadi dua golongan. Sebagai besar menjadi syi’ah (pengikut) Ali dan sebagian kecil menjadi syi’ah muawiyah.

Seiring dengn berjalannya waktu dan perkembangan zaman istilah syi’ah lebih lebih dinisbatkan kepada kelompok pengikut Ali bin Abi thalib, dan pemihakan kepada Ali berubah menjadi berubah menjadi pengutamaan Ali dan para cucunya. Sehingga lambat laun tumbuh keyakinan bahwa khalifah dan kepemimpinan ummat adalah hak mutlak bagi Ali dan keturunannnya.

Sejarah Islam mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam aliran besar dalam Islam. Keduanya adalah Ahlussunnah (Sunni) dan Syi’ah. Tak dapat dipungkiri pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap kali terlibat konflik kekerasan satu sama lain, sebagaimana yang kini bisa kita saksikan di negara-negara seperti Irak dan Lebanon. Terlepas dari hubungan antara keduanya yang kerap kali tidak harmonis, Syi’ah sebagai sebuah mazhab teologi menarik untuk dibahas. Diskursus mengenai Syi’ah telah banyak dituangkan dalam berbagai kesempatan dan sarana. Tak terkecuali dalam makalah kali ini. Dalam makalah ini kami akan membahas pengertian, sejarah, tokoh, ajaran, dan sekte Syi’ah. Semoga karya sederhana ini dapat memberikan gambaran yang utuh, obyektif, dan valid mengenai Syi’ah, yang pada gilirannya dapat memperkaya wawasan kita sebagai seorang Muslim.

Dengan penjelasan diatas penulis bermaksud untuk membuat makalah ini dengan tujuan untuk lebih memahami kan adanya aliran syia’ah dengan pola pikir yang di gunakan sebagai landasan pemikiran golonga  syi’ah baik secara klasik maupun secar modern. Semoga dengan mengkaji teologi tentang golongan syi’ah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan bagi semua pembaca.

B.Rumusan Masalah1.Apa pengertian Syi’ah?
2.Bagaimana sejarah lahirnya Syi’ah?
3.Apa saja aliran – aliran teologi Syi’ah?
4.Bagaimana pokok pemikiran teologi Syia’h?
5.Apa kesesatan dan penyimpangan Syi’ah?

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Syi’ah
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Syi’ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi’ah. Bentuk tunggal dari Syi’ah adalah Syi’i (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi’ah.  Istilah Syi’ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة  Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī  شيعي. “Syi’ah” adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya “pengikut Ali”, yang berkenaan tentang Q.S. Albayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: “Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung” (ya Ali anta wa syi’atuka humulfaaizun).
Syiah secara etimologi berasal dari kata kerja dasar syaya’a yang berarti mendukung, membela, dan ,menolong. Kata  syi’ah berarti para pendukung dan pembela. 

Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat menggunakan kata Syi’ah dengan arti penolong, pengikut dan pendukung, diantaranya adalah dalam QS al-Qasas (28: 15).
Terjemahan:
Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah. Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya.

Syiah artinya pendukung, maksudnya pendukung Ali bin Abi Thalib. Pada akhir masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba menyatakan diri masuk Islam. Sewaktu masih menganut agama Yahudi ia pernah mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun adalah seorang yang diberi wasiat oleh Nabi Musa untuk melanjutkan memimpin Bani Israil. Setelah masuk Islam, dia menghembuskan doktrin bahwa Ali telah menerima wasiat dari Nabi Muhammad sebagai khalifah sepeninggal beliau. Lebih dari itu Abdullah bin Saba mengajarkan bahwa pada diri Ali itu mengandung unsur ketuhanan.

B.Sejarah lahirnya Syi’ah
Kata Syi’ah dalam pengertian terminologi berarti para pengikut ‘Ali Bin Abi Thalib dan para pembelanya sejak zaman Nabi Muhammad saw. Keberadaan Syi’ah sebagai pengikut ‘Ali Bin Abi Thalib sudah muncul sejak nabi Muhammad saw. masih hidup. Hal ini berangkat dari beberapa riwayat tentang adanya keharusan mencintai dan menjadi pengikut keluarga Nabi saw.

Kalangan Syi’ah menegaskan bahwa keberadaan Syi’ah sebagai suatu kaum telah ada semenjak zaman Nabi Muhammad saw, sejak zaman Nibi Muhammad saw. terdapat  sekelompok pecinta Ali Bin Abi Thalib yang di sebut Syi’ah ‘Ali Bin Abi Thalib seperti salman al-Farisi, Abu Zar al-Gaffari, Miqdad ibn Aswad dan ‘Ammar ibn Yasir. Sebagaimana argumentasi yang dinyatakan Muhammad al-Husein al-Kasyif al-Gita’, bahwa Syi’ah telah ada sejak zaman Nabi saw, dan telah tercatat tidak kurang dari 300 sahabat yang menjadi Syia’ah “Ali Bin Abi Thalib termasuk Ibn Abbas, dan simpatisannya melebihi jumlah tersebut. 

Ada pendapat yang mengatakan bahwa keberadaan Sy’iah memang tampak jelas - jelas setelah Nabi Muhammad saw wafat, pada waktu yaum al-Saqifah. Keluarga Nabi (Ahl al-Bait) sibuk mengurus jenazah Nabi saw, sedangkan beberapa sahabat berkumpul dan menunjuk Abu Bakar sebagai Khalifah. Ketika Ahl al-Bait dan pencintanya seperti Ibn Abbas menyampaikan protes kepada ‘Umar ibn al-Khattab tentang kekhalifahan, ‘Umar ibn al-Khattab memberikan jawaban ‘Ali ibn Abi Thalib yang paling pantas menjadi khalifah, namun ia harus disingkirkan karena alasan bahwa ia masih telalu muda, Ali ibn Abi Thalib terikat keturunan ‘Abd al-Muttalib, dan orang tidak ingin kenabian dan kekhalifahan berhimpun dalam suatu keluarga. Karena protes ini maka pengikut-pengikut ‘Ali ibn Abi Thalib berpisah dan membentuk kelompok minoritas yang dikenal senabagai Syi’ah Ali.

Masalah khalifah sesudah rasul wafat, merupakan fokus perselisihan di antara golongan besar, yaitu: Golongan Ansar, Muhajirin, dan Bani Hasyim. selain itu sebenarnya masih ada kelompok terselubung yang cukup potensial dalam mewujudkan ambisinya sebagai penguasa tunggal, ialah golongan bani umayyah. sikap golongan terakhir ini, tercermin pada sikap tokoh utamanya yaitu Abu sufyang yang enggan membai’at khalifah Abu Bakar, sekembalinya dari syaqifah menuju mesjid nabawi bersama-sama dengan umat islam lain, sebagai yang dilakukan kaum bani hasyim.

Pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahran menunjukkan bahwa Syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan ‘Usma ibn Affan, tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan ‘Ali ibn Abi Thalib.

Setelah Usman wafat, ali adalah calon utama untuk menduduki jabatan khalifah. pembai’atan khalifah kali ini, segera mendapat tantangan dari dua orang tokoh sahabat yang berambisi menduduki jabatan tersebut. Kedua tokoh tersebut adalah Thalhah dan Zubair yang mendapat dukungan dari A’isyah, untuk mengadakan aksi militer yang dikenal dengan perang jamal. Akhirnya kedua tokoh tersebut terbunuh, sedangkan A’isyah, oleh khalifah Ali dikembalikan ke madinah.

Pendapat al-awad yang dikutip oleh Prof. H. Abu Bakar Atjeh dalam bukunya perbandingan mahzab syi’ah, menjelaskan bahwa lahirnya syia’ah bersamaan dengan lahirnya nas (Hadis) mengenai pengangkatan Ali bin Abi bin Thalib oleh nabi sebagai khalifah sesudahnya. Nas yang dimaksud antara lain, mengenai kisah perjamuan makan dan minum yang diselenggarakan oleh Nabi di rumah pamannya Abu Thalib, yang dihadiri oleh 40 orang sanak keluarganya. Dalam perjamuan itu beliau menyatakan :’… Inilah dia (ali) saudaraku, penerima wasiat dan khalifahku untuk kalian, oleh karena itu, dengar dan taanti (perintyahnya)…”  Pernyataan ini disampaikan oleh nabi setelah ali menerima tawaran beliau sebagai khalifahnya. Nas  seperti ini jelas tidak terdapat dalam kitab shahih al-bukhari dan shahih muslim, karena itu golongan sunni menolak nas tersebut bila dijadikan dalil untuk mengklaim kekhalifahan Ali sebagaimana yang di kehendaki oleh kaum syi’ah.

Dalam sejarah tidak begitu jelas kapan istilah ini muncul, namun umumnya istilah ini merujuk kepada pendukung Ali, yang muncul setelah meninggalnya Nabi Muhammad saw. Istilah ini lebih populer lagi dan mengkristal setelah terjadinya pertempuran shiffin dan peristiwa al-tahkim. Dalam peristiwa tersebut terdapat kelompok yang menentang Ali yang kemudian disebut sebagai kelompok khawarij, dan orang-orang yang masih tetap setia mendukung Ali yang disebut Syi’ah Ali.

Ada beberapa alasan mengapa kelompok ini begitu menginginkan Ali menjadi penggan Nabi. Bagi Syi’ah, Ali adalh pemegang hak kekuasaan setelah wafat nabi Muhammad saw (632M) diantara pernyataan Nabi saw pada saat itu adalah: “barang siapa yang menganggapku sebagai pemimpinnya (mawla), mulai saat ini hendaklah menganggap ali sebagai pemimpinnya”.

Perumusan pengertian Syi’ah secara sempurna memang dipandang sangat sulit karena Syi’ah telah melalui proses sejarah yang panjang dengan segala peristiwa yang ikut mempengaruhi ajarannya. Namun, secara umum Syi’ah adalah kelompok masyarakat yang menjadi pendukung ‘Ali ibn Abi Thalib, dan meyakini bahwa ‘Ali ibn Abi thalib mendapat wasiat kepemimpinan dari Nabi Muhammad saw. serta hak kepemimpinan tidak boleh keluar dari keturunannya. Sedangkan secara teminologis adalah sebagian kaum Muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad saw. Atau Ahl al-Bait. Karena poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah segala petunjuk agama (Islam) bersumber dari Ahl al-Bait Nabi Muhammad saw.

C.Aliran –aliran Teologi Syi’ah
Munculnya sekte-sekte syi’ah bermula dari masalh imamah atau kepemimpinan. Yaitu siapakah yang berhak menjadi pemimpin setelah terbunuhnya Husain, oleh karena pada saat itu belum ada di antara putera-puteranya yang mencapai dewasa. Rupanya kaum syi’ah sulit menghindari perpecahan, karena timbulnya tiga kelompok yang berbeda paham.

a.Imamiyah ( Isna ‘Asyariyah)
Syi’ah Imamiyah atau Isna ‘Asyariyah merupakan salah satu kelompok dalam Syi’ah yang terbesar. Kelompok Syi’ah ini meyakini dua belas Imam mas’um setelah Nabi Muhammad saw. Sehinhha di namakan juga Syi’ah Isna Asyariyah. Istilah Isna ‘Asyariyah memiliki arti dua belas, yang berarti Syi’ah dua belas. Oleh karena itu mereka betul-betul menolak kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Usman. Dua belas Imam dalam keyakinan Syi’ah Isna ‘Asyariyah tersebut adalah ‘Ali ibn Abi Thalib, Hasan, Husain, ‘Ali Zain al-‘Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far al-Sadiq, Musa al-Kazim, Ali al-Rida, Muhammad al-jawwad, ‘Ali al-Hadi, Hasan al-Askari, Muhammad al-Mahdi. 

b.Syi’ah Zaidiyyah
Sekte ini berdiri sesudah berselang 60 tahun setelah Husain wafat, dibawah pimpinan imam Zaid ibn Ali. sekte ini memiliki persyaratan khusus dalam memilih seorang imam yaitu seorang yang alim, zahid (sangat berhati-hati dengan urusan dunia), pemberani, pemureah dan mau berjihad di jalan Allah guna menegakkan keimanan taat pada agama baik dari putera hasan atau Husain.

Sekte ini yang paling dekat kesunni di karenakan tidak mengangkat para imam kederajat kenabian, bahkan tidak sampai mendekati derajat itu. Namun mereka memandang para imam sebagai manusia paling utama setelah Nabi Muhammad saw. Mereka pun tidak mengkafirkan para sahabat, khususnya mereka yang di bai’at ‘Ali, dan mengakui kepemimpinan mereka.

c.Syi’ah Kaisaniyah
Dilihat  dari eksistensi dan gerakannya, golongan ini dapat dikatakan sebagai sekte tertua dalam syi’ah. sekte ini mengangkat Muhammad ibn Hanafiyyah sebagai imam, sedangkan ajarannya bersumber pada ajaran ibn saba’ dan golongan saba’iyyah.
Sekte ini berpandangan bahwa setelah ‘Ali dan kedua puteranya (Hasan dan Husain) kepemimpinan diserahkan kepada puteranya ‘Ali yang lain (dari ibu lain) yang bernama Muhammad bin Hanafiyah, dan kedua putera-puteranya (mereke disebut Kaisaniyah yang dinisbahkan kepada Kaisan.

d.Syi’ah Isma’iliyah (sab’iyah)
Sekte Isma’iliyah merupakan bagian bagian dari sekte Imamiyah. Nama sekte ini dinisbatkan kepada Isma’il bin Ja’far al-Sadiq. Ia dalah imam keenam dalam aliran Imamiyah Dua belas dan imam berikutnya adalah Musa al-Kazim sebagai imam ketujuh. Namun aliran Isma’iliyah menetapkan bahwa imam ketujuh adalah anaknya yang bernama Isma’il. Mereka mengatakan bahwa hal itu berdasarkan nash dari ayahnya, Ja’far, tetapi Isma’il wafat mendahului ayahnya.

e.Syi’ah Gulat
Sekte Ghulat adalah sekte-sekte Syi’ah yang dianggap ekstrem dan sudah dianggap keluar dari Islam. Menurut Abdul Qahir bahwa sekte-sekte ini adalah golongan yang menuhankan para imam, menghalalkan yang diharamkan oleh syari’ah dan menggugurkan kewajiban fardu Syari’ah.

D.Pokok Pemikiran Teologi Syi’ah
Konsep Imamah merupakan persoalan mendasar dalam pandangan Syi’ah, karena Imamah sebagai bagian dari rukun iman mereka. Kepemimpinan Ali di akui oleh Syi’ah karena Ali memiliki hak atas kekhalifahan berdasarkan ketetapan Tuhan, dan telah menerima mandate yang istimewa tersebut dari nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, keistimewaan ali adalah dia memiliki otoritas spiritual yang melekat pada dirinya, dan kemudian beralih pada anak dab keturunannya yakni melalui Ali dan Fatimah binti Nabi Muhammad yang kemudian dikenal dengan istilah ahl al-bait.

Berbeda dengan sekte Syi’ah pada umumnya, Syi’ah Zaidiyah  berpendapat bahwa imamah itu tidak melalui nash dan wasiat dari imam yang mangkat kepada imam yang datang sesudahnya (bukan jabatan warisan). Konsep ‘Ismah juga menjadi salah satu poin penting pemikiran Syi’ah. Konsep ini sangat terkait dengan konsep imamah karena diterapkan terhadap para imam. ‘ismah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi Muhammad saw. telah di jamin oleh allah swt. Dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa. Menariknya, Syi’ah Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu manusia biasa yang mungkin akan melakukan kesalahan. 

Syi’ah juga memiliki doktrin al-Raj’ah yaitu kembalinya imam ketengah masyarakat setelah lewat masa ghaib atau masa bersembunyi dari pandangan pengikutnya. Dalam keyakinan Syi’ah, imam al-Hasan al-‘Askari meninggalkan seorang putera yang berusia sekitar 4 atau 6 tahun, yang bergelar Imam Mahdi. Ia lari dan bersembunyi dalam lubang Sardab di rumah ayahnya di Irak setelah di nobatkan oleh ayahnya sebagai imam ke-12. Imam baru akan menampakkan diri lagi saat kiamat sudah semakin dekat.

Syi’ah Zaidiyah menolak ketidak hadiran imam, karena ahlul hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam merupakan syarat umum. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang keberadaan Imam Mahdi. Sebagai doktrinnya Syi’ah juga memiliki kesamaan dengan Mu’tazilah. Syi’ah dalam pandangan teologinya menolak paham bahwa Al-Qur’an itu qadim dan juga menolak paham melihat Tuhan di akhirat. Dan mengenai sifat Allah, Syi’ah meniadakan sifat dari zat Allah. Penetapan sifat menurutnya merupakan penyamaan dengan makhluk.

Selain itu, Syi’ah juga menganut paham taqiyyah yaitu menyembunyikan identitas aqidah sebagai penjagaan diri dari musuh. Taqiyah ini menurut mereka merupakan salah satu prinsip utama agama yang tidak boleh ditinggalkan, bahkan mereka memandang wajib melakukan taqiyah.  
Pada umumnya bangunan teologi kaum Syi’ah, mengandung prinsip ajaran yang dikenal dengan lima rukun iman yaitu:
1.Prinsip tauhid, yaitu kepercayaan akan keesaan Tuhan.
2.Prisip al-Nubuwah, yakni percaya kepada kenabian Nabi Muhammad saw.
3.Prinsip al-Ma’ad, yakni keimanan akan hari kebangkitan.
4.Prinsip al-‘Adl, yakni keimanan akan keadilan Allah.
5.Prinsip Imamah, yaitu percaya kepada Imam. 

Dalam hal keimana ini, tampak Syi’ah tidak menyebutkan butir-butir kepercayaan kepada para malaikat, kitab, dan qada-qadar seperti yang terdapat dalam prinsip keimanan masyarakat sunni. Meski demikian, bukan berarti mereka tidak percaya kepada malaikat atau kitab-kitab, tetapi komponen itu bukan sistematika yang dirumuskan menjadi prinsip rukun iman tersebut. Perbedaan seputar rumusan rukun iman sebagai prinsip dasar aqidah dalam islam tidak mengherankan sebab bangunan rukun iman secara rinci sebagaimana diyakini selama ini dirumuskan kemudian. 

E.Kesesatan Dan Penyimpangan Syiah
Adapun kesesatan dan penyimpangan syi’ah adalah sebagai berikut :
1.Syiah memandang imam itu ma’shum (orang suci)
2.Syiah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/ pemerintahan (imamah) adalah rukun agama.
3.Syiah menolak hadits yang diriwatkan oleh Ahlul Bait.
4.Syiah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman.
5.Syiah menghalalkan nikahmut’ah (kawin kontrak) yang sudah dihamkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
6.Para imam dianggap ma’shu,itu bertentangan dengan islam, karena yang ma’shum hanyalah nabi. Bahkan syiah sendiri sampai kemudian membatasi kewengan imam setelah kasus imam Khomeini yang cenderung menuruti kehendak hawa nafsunya hingga akan mengakibatkan hancurnya rakyat Iran karena tetap diharuskan berperang dengan Irak, maka kemudian dibatasilah wewenang imam.
7.Syiah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohonh, dengan cara menampakkan sesuat yang berbeda yang sebenarnyauntuk mengelabui.

Syiah telah terang-teranagan memporak-porandakan ajaran islam dan umat islam sejak adanya anggapan bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallamadalah Ali binAbi thalib. Anggapan itu bukan sekadar tak mengakui kekhalifahan Abu bakar Ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, tetapi sampai mengkafirkan ara sahabat yang yang termasuk dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam itu. Bahkan lebih dari itu, syiah menganggap yang menjadi khalifah Ali binAbi thalib serta keturunanya sampai 12 orang yang disebut imam dan dianggap ma’shum terpelihara dari kesalahan-hesalahan.

Menurut sesorang Ulama Syi’ah al-Mufid dalam kitab Awail al-Maqalat, menyatakan bahwa Alqur’an yang ada saat ini tidak orisinil. Alqur’an sekarang sudah mengalami distorsi, penambahan dan pengurangn.

Penyimpangan oleh gejala kafir- mengkafirkan ini kemudian menjadi lembaran hitam sejarah Islam dan mewarnai penyebarannya ke berbagai daerah di dunia, termasuk di Indonesia. Hari ini, Syiah di Indonesia dianggap kelompok sempalan atau bid’ah (heretical), dan pengganggu keamanan. Banyak buku-buku tentang Syiah di Indonesia dilarang, dan pengikutnya dianggap sesat. Sebagian besar ulama Sunni yang banyak diikuti oleh umat Islam di Indonesia menjelaskan sembilan persoalan mengapa Syiah dilarang dan ditentang penerapannya di Indonesia; yakni pemahaman kelompok ini terhadap al Quran, Sunnah dan Hadits, ijma, Rukun Islam dan Rukun Iman, imamah, Ahlul Bait, sahabat Nabi, at Taqiyah, dan nikah Muth’ah.

Meski demikian, ada sebagian pendapat mazhab ini dipraktekan dalam kehidupan kaum Sunni di Indonesia, misalnya tidak sah talak jika tidak dipersaksikan oleh dua orang. Dalam konteks historis, tidak terlalu banyak data-data sejarah menyangkut kedatangan dan peran aliran Syiah di Indonesia. Dalam masyarakat Indonesia, Syiah merupakan salah satu dilema dalam kehidupan beragama. Di satu sisi ulama- ulama Syiah menjadi pionir bagi proses Islamisasi di berbagai daerah. Di sisi lain Syiah merupakan pemahaman keagamaan yang sulit ditelusuri dalam kehidupan keagamaan masyarakat Muslim Indonesia hari ini. Kini, warisan pemahaman Syiah, salah satunya, hanya dapat dilacak dalam tradisi masyarakat pantai barat Sumatra; masyarakat Pariaman. 

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari penjelasan yang dijelaskan pada bab pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai golongan syi’ah, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.Syi’ah menurut bahasa adalah pendukung atau pembela. Syi’ah Ali adalah pendukung atau pembela Ali.  
Syi’ah Mu’awiyah adalah pendukung Mu’awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Utsman kata Syi’ah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal. Kalau pada waktu pemilihan kholifah ke-tiga ada yang mendukung Ali, tetapi setelah ummat Islam memutuskan memilih Utsman bin Affan, maka orang-orang yang tadinya mendukung Ali, akhirnya berbai’at kepada Utsman termasuk Ali. Jadi, belum terbentuk secara faktual kelompok ummat Islam bernama Syi’ah.

2.Pendapat mengenai awal mula lahirnya Syi’ah  yaitu:
a.Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, yaitu pada saat perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah kecil Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib. Sebagian yang lain menganggap Syi’ah lahir pada masa akhir kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan atau pada masa awal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib.

b.Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan ‘Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan ‘Ali. Mereka ini disebut golongan Khawarij. Sebagian besar orang yang tetap setia terhadap khalifah disebut Syî’atu ‘Alî (pengikut ‘Ali).

B.Saran
Ajaran dalam Syi’ah amatlah banyak dan berbeda-beda, sehingga kita harus mencari dan mengetahui ajaran-ajaran, doktrin-doktrin, dan tokoh-tokoh yang berdampak besar dalam golongan ini. Selain itu, di dalam aliran Syi’ah ini terdapat banyak  bagian-bagian dan perbedaan pendapat dalam bertahuid. Yang ditandai dengan munculnya beberapa sekte seperti Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan Kaum Gulat.

Hal ini menuntut kita untuk selalu berhati-hati serta mengantisipasi atas adanya doktrin keras yang mungkin berkembang, atau bahkan telah begitu pesat dalam penyebarluasan ajarannya ke negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti di Indonesia. Salah satunya adalah menyatakan bahwa Ali Bin Abi Thalib  sangat utama di antara para Sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin. Bahkan yang lebih parah adalah yang memuja dan menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib bukan manusia biasa, melainkan jelmaan Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri.

Oleh karena itu, sebagai umat Islam kita harus selalu cermat serta berhati-hati dalam meyakini dan mempelajari suatu aliran baik itu Syi’ah maupun aliran pemikiran yang lain. Selain itu, jangan sampai terlalu fanatik, karena fanatisme akan berdampak pada keburukan. Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebih-lebihan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hartono.2010.Aliran dan Paham Sesat.Jakarta: Pustaka AL-Kautsar
Amin, Ma’ruf, dkk. 2013. Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah. Jakarta : MUI
Barsihannor MZ. 2013.Dialog Tiga Mazhab Besar Teologi Islam. Makassar: Alauddin University Press
Depertemen Agama RI. 1989. A-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Revisi. Semarang: CV. Putra Toha,
Fathoni, Muslih. 2002. paham mahdi syi’ah dan ahmadiyyah dalam perspektif.    Jakarta:PT. Raja grafindo 
persada
Ibrahim Madkour. 1995.Aliran dan Teori Filsafat Islam Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Kamil al-hasyimi, Muhammad. 1989. hakikat akidah syi’ah (aqidus-syi’ah fil-mizan). Jakarta:PT. bulan bintang
Muhammad Abu Zahran. 1996.Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos     publishing House.
http://zulfata.blogspot.com/2014/12/makalah-ilmu-kalam-aliran-syiah.html
https://anasunni.wordpress.com/2014/12/17/makalah-ilmu-kalam-tokoh-ajaran-syiah/

No comments:

Post a Comment