MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
"GOOD GOVERNANCE"
DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “GOOD GOVERNANCE” dalam memenuhi tugas mata kuliah PKN, diampuh DR. H. HUSEN SARUJIN, SH.MM.M,Si
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena kami masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Untaian terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini, yang telah memberikan dorongan dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Makassar, 28 Oktober 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak orang di Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak orang di Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga.
Dewasa ini permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin komplek dan semakin sarat. Oknum-oknum organisasi pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat banyak yang tersandung masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance yang selama ini dielukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya. Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkan hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius. Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu untuk mencapai good governance. Sebagai negara yang menganut bentuk kekuasaan demokrasi.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.Bagaimana latar belakang good governance?
2.Apa pengertian good governance?
3.Apa sajakah prinsip-prinsip good governance?
4.Apa sajakah pilar-pilar good governance?
5.Agenda good governance?
6.Bagaimana good governance dalam kerangka otonomi daerah?
7.Bagaimana pengalaman kota-kota percontohan dalam penerapan good governance di Indonesia?
C.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.Mengetahui latar belakang good governance
2.Mengetahui pengertian good governance
3.Mengetahui prinsip-prinsip good governance
4.Mengetahui pilar-pilar good governance
5.Mengetahui agenda good governance
6.Mengetahui good governance dalam kerangka otonomi daerah
7.Mengetahui pengalaman kota-kota percontohan dalam penerapan good governance di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.Latar Belakang Good Governance
Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru. Good governance di Indonesia mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga good governance merupakan salah satu alat reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Sejak itu pula sering diangkat menjadi wacana atau tema pokok dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah sering terdengar ditelinga legislatif, pengaturan mengenai good governance belum diatur secara khusus dalam bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya terdapat sebuah regulasi yaitu UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur penyelenggaraan negara dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB).
Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan good governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim good governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis good governance.
B.Pengertian Good Governance
Terdapat tiga terminologi yang masih rancu dengan istilah dan konsep good governance, yaitu: good governance (tata pemerintahan yang baik), good government (pemerintahan yang baik), dan clean governance (pemerintahan yang bersih). Untuk lebih dipahami makna sebenarnya dan tujuan yang ingin dicapai atas good governance. maka adapun beberapa pengertian dari good governance, antara lain :
1.Menurut Bank Dunia (World Bank) Good governance merupakan cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).
2.Menurut UNDP (United National Development Planning) Good governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di semua tingkatan.
Good governance ini secara umum diterjemahkan dengan pemerintahan yang baik, meskipun istilah aslinya memandang luas dimensi governance tidak sebatas hanya menjadi pemerintahan saja. Selain itu good governance dapat juga diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian.
C.Prinsip-prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1.Partisipasi (Participation)
Semua warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Paradigma sebagai center for public harus diikuti dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak.
2.Penegakan Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Penegakan hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum bersifat tegas dan mengikat. Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a.Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan peraturan yang jelas dan tega dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.
b.Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi dan tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.
c.Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi msyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d.Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.
e.Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sayangnya, di negara kita independensi peradilan belum begitu baik dan dinodai oleh aparat penegak hukum sendiri, sebagai contoh kecilnya yaitu kasus suap jaksa.
3.Tranparasi (Transparency)
Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini bangsa indonesia terjebak dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak baik. Dalam pengelolaan negara, Goffer berpendapat bahwa terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparasi, yaitu :
a.Penetapan posisi dan jabatan.
b.Kekayaan pejabat publik.
c.Pemberian penghargaan.
d.Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
e.Kesehatan.
f.Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
g.Keamanan dan ketertiban.
j.Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
4.Responsif (Responsiveness)
Prinsip responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik. Orientasi kesepakatan atau Konsensus (Consensus Orientation).
5.Keadilan dan Kesetaraan (Equity)
Prinsip kesetaraan dan keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Pemerintah harus bersikap dan berprilaku adil dalam memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan, keyakinan, suku, dan kelas sosial.
6.Efektivitas (Effectifeness) dan Efisiensi (Efficiency)
Yaitu pemerintah harus berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelopok dan lapisan sosial. Sedangkan asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien.
7.Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
8.Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good governance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seorang yang menempati jabatan publik atau lembaga profesional lainnya harus mempunyai kemampuan menganalisis persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
D.Pilar-pilar Good Governance
Ada tiga pilar good governance adalah sebagai berikut:
1.Pemerintah berperan dalam mengarahkan, memfasilitasi kegiatan pembangunan. Selanjutnya pemerintah juga memiliki peran memberikan peluang lebih banyak kepada masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan pembangunan.
2.Swasta berperan sebagai pelaku utama dalam pembangunan, menjadikan saha sektor non pertanian sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah, pelaku utama dalam menciptakan lapangan kerja, dan kontributor utama penerimaan pemerintah dan daerah.
3.Masyarakat berperan sebagai pemeran utama (bukan berpartisipasi) dalam proses pembangunan, perlu pengembangan dan penguatan kelembagaan agar mampu mandiri dan membangun jaringan dengan berbagai pihak dalam melakukan fungsi produksi dan fungsi konsumsinya, serta perlunya pemberdayaan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas produksinya.
Dalam proses demokratisasi good governance sering mengilhami para aktivis untuk mewujudkan pemerintahan yang memberikan ruang partisipasi bagi pihak diluar pemerintah, sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antar negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Adanya pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut, bukan hanya memungkinkan terciptanya check and balance, tetapi juga menghasilkan sinergi antar ketiganya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
E.Agenda Good Governance
Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:
1.Agenda Politik
Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
2.Agenda Ekonomi
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini antara lain:
a.Agenda Ekonomi Teknis.
b.Agenda Pengembalian Kepercayaan
3.Agenda Sosial
Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi. Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.
4.Agenda Hukum
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
F.Good Governance dalam Kerangka Otonomi Daerah
Otonomi daerah termasuk pemekaran mempunyai tujuan untuk meningkatkan Pelayanan Publik
dengan mendekatkan akses pelayanan publik kepada rakyat dan rentang kendali (span of control) birokrasi pemerintahan lokal. Pelayanan publik merupakan strategis untuk memulai menerapkan good governance. Sehingga diasumsikan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut kemudian meningkatkan kesejahteraan rakyat/masyarakat. Suatu logika sederhana, dengan dimilikinya kewenangan mengatur/mengelola pemerintahan sendiri dan mengelola keuangan daerah sendiri serta dengan makin dekatnya akses pelayanan public dan rentang kendali pemerintahan, maka segala kegiatan pemerintahan daerah dimaksudkan agar semakin bersentuhan langsung dengan pemenuhan hak-hak dasar rakyat/masyarakat menuju peningkatan kesejahteraan.
Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Pemerintah berinteraksi dengan masyarakat. Ini berarti jika terjadi perubahan yang signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat luas. Keberhasilan mempraktekkan good governance pada pelayanan publik mampu membangkitkan kepercayaan masyarakat luas bahwa menerapkan good governance bukan hanya sebuah mitos, tetapi menjadi suatu kenyataan. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah. Nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktek good governance seperti efisien, non diskriminatif, dan berkeadilan, berdaya tanggap, dan memiliki akuntabilitas tinggi dapat dengan mudah dikembangkan parameternya dalam ranah pelayanan publik. Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua pihak, Pemerintah mewakili negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar, yang semuanya memiliki kepentingan dan keterlibatan yang tinggi dalam ranah ini. Keberhasilan penguasa dalam membangun legitimasi kekuasaan sering dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang baik. Dengan memulai perubahan pada bidang yang dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sipil dan para pelaku pasar, upaya melaksanakan good governance akan memperoleh dukungan dari semua pemangku kepentingan. Dukungan ini sangat penting dalam menentukan keberhasilan karena memasyarakatkan good governance membutuhkan stamina dan daya tahan yang kuat.
Tujuan mulia untuk menciptakan kesejahteraan pada daerah otonomi senyatanya secara faktual masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Beberapa kasus membuktikan bahwa ternyata selama perjalanannya, otonomi daerah termasuk pemekaran daerah sebagai solusi untuk peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan tidak terlalu signifikan menunjukkan dampak terhadap perubahan taraf kehidupan masyarakat. Secara politik, rakyat dimanipulir aspirasinya demi, oleh dan untuk kepentingan elit daerah, muncul pula rezim-rezim lokal yang bergaya bak diktator baru atau adipati-adipati penguasa daerah setempat, rezim ini menjadi kelas penguasa baru. Di beberapa daerah malah rezim ini seakan kebal hukum, termasuk kroni-kroninya. Mereka juga yang menguasai sebagian besar aset dan fasilitas, menguasai juga SDA dan sumber daya lainnya. Skor korupsi pun meningkat dan melibatkan struktur yang paling dekat dengan rakyat, mulai dari desa hingga kabupaten-kota. Apa mau dikata, otonomi mewabahkan KKN di tingkat daerah ini, dan ini bukan rahasia umum. Aparatur birokrasinyapun berjalan tidak efektif dan efisien, malah menjadi benalu yang membebani rakyat dan keuangan negara. Dalam konteks ini, proses berotonomipun tidak melahirkan pelayanan publik yang maksimal, malahan birokrasi pemerintahan menjadi cenderung boros, infesiensi, inefektifitas dan sarang korupsi. Masalah lainpun bermunculan, seperti semakin senjangnya kualitas pembangunan manusia, menurunnya kualitas lingkungan dampak rusaknya lingkungan yang diakibatkan dari eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali, bahkan malah makin marak di era otonomi daerah.
Untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam Otonimi Daerah perlu tiga pendekatan yang harus sekaligus dilakukan. Pertama adalah menetapkan dan memasyarakatkan pedoman good governance secara nasional, baik untuk kalangan korporasi maupun publik, yang kemudian bisa ditindak lanjuti dengan pedoman sektoral dari masing-masing industri atau bidang kegiatan. Pedoman ini merupakan suatu rujukan yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Oleh karena itu, dalam kurun waktu tertentu perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Pendekatan kedua adalah perlu dilakukan penyuluhan, konsultansi, dan pendampingan bagi perusahaan-perusahaan, maupun kantor pemerintah yang bermaksud untuk mengimplementasikan good governance, dengan melakukan kegiatan self assessment, kemudian memasang rambu-rambu pada masing-masing perusahaan atau instansi Pemerintah. Pendekatan ketiga adalah dengan memperbanyak agen-agen perubah dengan mengembangkan semacam sertifikasi bagi direktur dan komisaris pada perusahaan-perusahaan serta bagi pejabat-pejabat publik.
G.Pengalaman Kota-kota Percontohan dalam Penerapan Good Governance di Indonesia
Untuk menilai kinerja pelayanan publik, ada beberapa indikator yang dipergunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka, diantaranya adalah keadilan dan persamaan pelayanan, Kepastian waktu dan biaya, responsivitas dan rente birokrasi. Dengan menggunakan serangkaian indikator ini pemerintah Kabupaten Bangka memotret kinerja pelayanan publik (public service performence) yang akan diselenggarakan oleh Aparatur pemerintah Daerah Kabupaten Bangka. Dengan pemotretan kinerja pelayanan publik diharapkan observasi terhadap keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan reformasi tata pemerintahan dapat diwujudkan di Daerah Kabupaten Bangka.
1.Equity (Keadilan)
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemenuhan prinsip keadilan dilihat dari kemampuan pemerintah daerah untuk memberikan perlakuan yang sama dan adil kepada warganya dalam penyelenggaraan pelayanan publik (Thompson,1989). Tata pemerintahan yang baik mengharuskan pemerintah kabupaten dan kota menjamin warganya untuk memperoleh akses yang sama bukan hanya pada pelayanan publik, tetapi juga pada kualitas pelayanan publik yang sama.
Dalam era otonomi daerah, keadilan dalam bidang pelayanan publik menjadi aspek utama perhatian pemerintah Kabupaten Bangka dalam menggunakan kewenangannya untuk membuat pelayanan publik menjadi semakin mudah diakses oleh kelompok marginal, seperti: penduduk miskin, perempuan dan pendatang dan bagi masyarakat etnis lainnya.
Temuan di lapangan menunjukkan belum ditemukannya berbagai keluhan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja pelayanan publik oleh pemerintah.
Selain itu sikap diskriminatif terhadap kaum miskin dapat dihilangkan dengan upaya pemerintah daerah Kabupaten Bangka dengan menerapkan kebijakan pemberian pengobatan gratis dalam bidang kesehatan berupa program JKSS (Jaminan Kesehatan Sepintu Sedulang) dan SPP gratis bagi golongan yang tidak mampu dalam bidang pendidikan selain program yang diberikan oleh pemerintah pusat.
2.Responsivitas
Responsivitas menjelaskan kemampuan pemerintah untuk mengenali kebutuhan, menyusun agenda dan prioritas dan mengembangkan program-program yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat (Hormon, 1995). Oleh karena itu, responsivitas menunjukkan pada keselarasan antara program dan kegiatan dengan kebutuhan masyarakat.
Untuk memperbaiki praktik penyelenggaraan pelayanan, pemerintah Kabupaten Bangka telah berupaya melakukan penyederhanaan sistem dan prosedur pelayanan dan secara proaktif melakukan strategi jemput bola dengan baik dengan memberikan informasi melalui internet dalam bidang pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti dalam pelayanan pembuatan KTP dan kartu keluarga dan lain sebagainya.
Untuk mendukung kinerja pelayanan publik, Pemerintah telah membentuk lembaga yang mampu memebrikan pelayanan publik secara cepat, murah dan tepat waktu. Relaisasinya dengan membangun Kantor UPTSP (Unit Pelayanan Terpadu satu Pintu). Pembentukan lembaga ini secara nasional dilatarbelakangi munculnya keluhan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik yang lamban, mahal dan tidak transparan.
Dari sudut keluhan yang diajukan oleh masyarakat pengguna jasa dalam pelayanan telah direspon dengan baik melalui proses elektronicall dialogis (internet) tertulis maupun lisan. Publik dapat melakukan komunikasi dan feed back terhadap kebijakan pemerintah daerah baik dalam tataran perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Terhadap respon yang disampaikan oleh publik, pemerintah menyampaikan tanggapan ulang melalui media cetak maupun media internet. Komunikasi ini dibangun dalam rangka menjalin sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat dalam pembangunan.
Dalam bidang pendidikan misalnya, kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah Kabupaten Bangka adalah dengan memberikan kesempatan kepada para guru untuk meningkatkan jenjang pendidikannya. Biaya pendidikan sebagian dapat ditanggung oleh pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dalam upaya peningkatan kemajuan belajar siswa dan kinerja sekolah.
3.Efisiensi Pelayanan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah pelayanan diharapkan diatur dengan jelas. Pemerintah Kabupaten Bangka berupaya menentukan secara jelas mengenai lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah pelayanan secara cepat. Hal ini dilakukan dengan bekerja semaksimal mungkin tanpa menunda waktu yang diperlukan dalam mengakses sebuah pelayanan.
Upaya yang selama ini dilakukan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan sertifikasi tanah secara massal melalui program Proda adalah bagian dari upaya mengurangi ketidakpastian waktu dan biaya dalam pensertifikasian tanah.
Perbaikan kinerja dalam pelayanan sertifiksi tanah diwujudkan juga dalam bentuk peningkatan kordinasi antar pemerintah kabupaten/ kota dengan pemerintah pusat untuk mencegah munculnya konflik pertanahan.
4.Suap dan Rente Birokrasi
Dalam struktur hubungan antar pemerintah dengan warganya yang seperti itu, Pemerintah Kabupaten Bangka telah berupaya merancang praktik penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih banyak berpihak kepada kepentingan masyarakat dan pengguna jasa. Prosedur pelayanan publik dirancang untuk mempermudah akses warga dan melindungi kepentingan mereka. Oleh karena itu, prosedur pelayanan public berupaya mengatur keseimbangan kewajiban warga yang harus dipenuhi disertai dengan hak-hak warga yang dijamin oleh pemerintah. Dalam kondisi seperti itu, warga akan menghadapi kepastian ketika berhadapan dengan birokrasi pelayanan publik. Kedudukan mereka sangat kuat.
5.Akuntabilitas
Akuntabilitas di Kabupaten Bangka di lakukan oleh DPRD terhadap program dan kebijakan pemerintah. Otonomi daerah menuntut juga keterlibatan yang tinggi dari masyarakat atau stakeholder (LSM, Porkot dll) baik dalam proses penyusunan kebijakan, pelaksanaan maupun pengawasan.
6.Administrasi dan Perijinan Usaha dan Investasi
Didalam upaya meningkatkan pelayanan dalam bidang investasi terdapat ketersediaan program perijinan sebagai kelanjutan kebijakan desntralisasi. Disamping memberikan pelayanan perijinan, pemerintah Kabupaten Bangka juga memberikan pembinaan khususnya terhadap pengusaha kecil, pemberian bantuan dana dan peralatan. Biaya perijinan didasarkan pada perda Kab. Bangka dengan maksud memberikan kepastian waktu dan hukum serta peluang investasi secara mudah dagi investor.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut dapat dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta transparan. Prinsip-prinsip tersebut tidak hanya terbatas dilakukan dikalangan birokrasi pemerintahan, tetapi juga di sektor swasta dan lembaga-lembaga nonpemerintah.
Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang bersandar pada prinsip-prinsip good governance, Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental (prinsip) dalam good governance yang harus diperhatikan, yaitu:
1.Partisipasi (participation).
2.Penegak hukum (rule of law).
3.Transparansi (transparency).
4.Responsif (resposiveness)
5.Keadilan (equity).
6.Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (eficiency).
7.Akuntabilitas (accountability).
8.Visi strategis (strategic vision).
Ada tiga pilar good governance yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Adapun agenda good governance yaitu, agenda politik, ekonomi, hukum dan sosial.
B.Saran
Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya good governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling menjaga, support dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan. Terutama antara pemerintah dan masyarakat menjadi bagian penting tercapainya good governance. Tanpa good governance sulit bagi masing-masing pihak untuk dapat saling berkontribusi dan saling mengawasi. Good governance tidak akan bisa tercapai apabila integritas pemerintah dalam menjalankan pemerintah tidak dapat dijamin. Hukum hanya akan menjadi bumerang yang bisa balik menyerang negara dan pemerintah menjadi lebih buruk apabila tidak dipakai sebagaimana mestinya. Konsistensi pemerintah dan masyarakat harus terjamin sebagai wujud peran masing-masing dalam pemerintah. Setiap pihak harus bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2008, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi III
Azyumardi, 2003, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi I
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2003. Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia. Makalah Untuk Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII di Bali, tanggal 15 Juli 2003.
Mardoto. 2009. Mengkritisi Clean And Good Governance Di Indonesia. Dalam http://mardoto.com.
Prasetijo. 2009. Good Governance Dan Pembangunan Berkelanjutan dalam http://prasetijo.wordpress.com.
No comments:
Post a Comment