MAKALAH ILMU HADIS
"AMTSAL AL-QUR`AN"
DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT.Bahwa kami telah menyelasaikan tugas mata kuliah ilmu Al-Qur’an dengan topik pembahasan yaitu “AMTSAL AL-QUR’AN”. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu Al-Qur’an dan sebagai penambah pengatahuan.
Dengan adanya dukungan dan bimbingan dari dosen pengajarmata kuliah ilmu Al-Qur’an, makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.Dalam penulisan makalah ini pasti banyak kesalahan atau kekurangan baik secara tidak sengaja atau pun ketidaktahuan, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan dalam membaca makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga laporan hasi lkerja kami ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami (mahasiswa) untuk menambah motivasi dalam meningkatkan kualitas dalam kehidupan.
Makassar7 -12-2013
Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Amtsal
Amsal dalam wacana kesusastraan Arab, didefinisikan sebagai “Suatu perkataan populer yang dihikayatkan yang bertujuan untuk menyerupakan keadaan orang yang dihikayatkan dengan keadaan orang yang diserupakan dengannya (al-Umary, 1982: 111).
Pengertian tersebut memberikan indikasi bahwa amsal dalam konteks kesusastraan Arab, pada awalnya adalah suatu ungkapan yang lahir dari suatu peristiwa tertentu, kemudian ungkapan tersebut dipergunakan pada suatu kondisi yang tidak ada korelasinya dengan peristiwa sebelumnya, namun mempunyai kemiripan.
Amsal dalam konteks tersebut di atas, mengalami induksi makna, sebagaimana layaknya pergeseran arti yang terjadi pada berbagai bahasa, sehingga amsal tidak hanya terbatas pada ungkapan yang berlatar belakang suatu peristiwa, tetapi amsal selanjutnya cenderung berkonotasi kiasan atau yang dikenal dengan “idiomatik ekspression.
Menurut Dr. Ahmad Jamal al-Umary (1982: 111-112), amsal al-Qur’an yaitu menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dari segi hukumnya, menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk konkrit atau membandingkan dua hal yang konkrit dengan melebihkan salah satu di antara keduanya. Selanjutnya beliau berkata amsal adalah merangkai suatu makna dalam ungkapan indah dan simpel, serta mempunyai pengaruh dalam jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun ungkapan yang tidak ditegaskan lafaz tasybih (mursal).
As-Suyuthi, seperti yang dikutip oleh Muhammad al-Khadr Husain, memberikan batasan lebih sempit tentang amsal al-Qur’an. Beliau lebih cenderung membatasi amsal al-Qur’an pada perumpamaan-perumpamaan yang komparatif antara dua hal atau keadaan, baik perumpamaan tersebut dalam bentuk isti’arah maupun dalam bentuk tasybih. Selain itu, Muhammad al-Khadr Husain (1979: 31-32) mengemukakan dalam bukunya “Balaghah al-Qur’an” bahwa amsal al-Qur’an adalah perkataan-perkataan yang dibuat oleh Allah untuk manusia yang mengandung keanehan-keanehan, baik dalam bentuk tasybih, isti’arah atau kisah, termasuk dalam hal ini segala ungkapan yang mengandung penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Berdasarkan pengertian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud amsal Al-Qur’an adalah ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung perumpamaan-perumpamaan dalam bentuk tasyabih atau istiarah atau dalam bentuk-bentuk kisah. Bahkan segala yang disebut oleh Allah sebagai amsal meskipun tidak ada indikasi penyerupaan sesuatu dengan yang lain.
B.Macam-macam Amtsal dalam Al-Qur’an
Berikut ini adalah macam-macam Amtsal didalam Al-quran
1.Amstal musarrahah
Amtsal yang jelas yakni yang menjelaskan dengan menggunakan kata-kata perumpamaan atau kata yang menunjukkan penyerupaan contoh QS Al-Baqarah,2:17-20.
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan,tidak dapat Melihat.Mereka tuli,bisu, dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali(ke jalan yang benar), Atau seperti(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat ; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati , dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
Pada ayat-ayat diatas, Allah membuat dua perumpamaan (amsal) bagi orang-orang munafik, yaitu: perumpamaan seperti yang menyalakan api, karena di dalam api tedapat unsur cahaya; dan perumpamaan seperti orang-orang yang ditimpa hujan (air ) lebat dari langit, karena di dalam air terdapat materi kehidupan dan wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan kehidupannya.
Allah SWT , menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang-orang munafik dalam dua keadaan. Pada satu sisi, mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun, pada sisi lain, Islam tidak memberikan pengaruh ”nur”-nya terhadap mereka, karena Allah menghilangkan cahaya yang ada dalam api itu, sebagaimana firman-Nya “Allah menghilangkan cahaya yang menyinari mereka”, kendatipun api tetap ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
Perumpamaan mereka yang berkenaan dengan air (hujan) , Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh , dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari-jemari untuk menyumbat telinga, serta memejamkan mata, karena takut jangan sampai petir menimpanya. Ini untuk mengingatkan bahwa Al-Qur’an dengan segala peringatan, perintah, dan larangan, serta khitabnya bagi mereka, tidak ubahnya dengan petir yang turun sambar-menyambar.
Contoh lain amsal musarrahah terdapat pada QS An-Nahl ayat 75-76 .
2.Amtsal kaminah
Amtsal kaminah yaitu amtsal yang tidak menyebutkan dengan jelas kata-kata yang menunjukkan perumpamaan, tetapi kalimat itu mengandung pengertian yang mempesona dengan pengertian yang mempesona sebagaimana terkandung dalam ungkapan-ungkapan singkat .
Untuk masal bentuk kedua tersebut , ulama Al-Qur’an mengajukan sejumlah contoh dari ayat-ayat Al-Qur’an yang senada dengan perkataan:
Sebaik-baik urusan adalah pertengahan.
Urusan yang dimaksud terlihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya:
a.Firman Allah mengenai sapi betina, QS Al-Baqarah,2:68.
“Mereka menjawab: “mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada Kami; sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Al lah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”.”
Menurut Dr. Muhammad Mahmu Hjazi, ayat tersebut pada hakekatnya , adalah ayat perumpamaan tentang keadaan sapi betina yang disembelih itu.
b.Firman Allah tentang nafkah, QS Al-Furqan, 25:67.
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) ,mereka tidak berlebihan , dan tidak(pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Menurut Abdullah Yusuf Ali, ayat ini merupakan ayat perumpamaan bagi orang yang membelanjakan harta secara sederhana. Mengeluarkan harta dengan cara bijaksana, bukan secara berlebih-lebihan, akan tetapi dilaksanakan demi tercapainya keadaan yang benar-benar adil.
3.Amtsal Mursalah
Amtsal mursalah yaitu kalimat-kalimat Al-Quran yang disebut secara lepas tanpa dijelaskan redaksi penyerupaan, tetapi dapat digunakan untuk penyerupaan. Contohnya pada QS Al-Maidah, 5:100.
“Katakanlah: Tidak sama yang buru dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”
Menurut Al-Qurtubi, ayat di atas berfungsi sebagai Amsal, Yakni sikap orang yang istiqamah dengan orang yang tidak punya pendirian.
Selanjutnya, menurut (al-Zarkasyi, 1988: 573) dari segi muatan amsal, dikelompokkan menjadi empat macam:
1.Amsal al-Qishash; seperti dalam QS. Al-Tahrim (66) :10
“Allah membuat istri Nuh dan Istri Luth perumpaman bagi orang-orang kafir”.
Ayat tersebut mengetengahkan perumpamaan berupa kisah Istri Nabi Nuh dan Istri Nabi Luth.
2.Amsal li al-hal (keadaan), seperti dalam Q.S. Al-Baqarah (2) :17
“Perumpamaan mereka (orang munafik) seperti menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.”
3.Amsal al-Wasf (menggambarkan sifat), seperti dalam Q.S. Ar-Rum (30) :27
“Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat Yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
4.Amsal li al-i’tibar (renungan dan pelajaran), seperti dalam Q.S. al-Zukruf (43): 56.
“Maka Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu, dan perumpamaan/pelajaran bagi orang-orang yang kemudian.”
Ayat tersebut menggambarkan kebinasaan kaum Fir’aun dan menegaskan untuk dijadikan I’tibar (renungan dan pelajaran) dalam mengarungi kehidupan.
Dalam sudut pandang ilmu balagah, amsal al-Qur’an secara garis besarnya disampaikan dalam tiga bentuk, yaitu:
1.Tasybih
Tasybih mempunyai nilai keindahan yang sangat tinggi, karena mengungkapkan hal-hal yang abstrak dalam bentuk kongkrit dan mendekatkan ke dalam pikiran hal-hal yang sulit dijangkau oleh akal manusia (al-Hasyimi, 1960: 247).
Al-Qur’an dalam menyampaikan informasi, sering mempergunakan bentuk tasybih. Tasybih dalam al-Qur’an sering diungkapkan dengan menyerupakan sesuatu yang kongkrit dengan sesuatu yang kongkrit lainnya, seperti pada firman Allah dalam Q.S. Hud (11): 42.
(dan bahtera itu berlajar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung). Ayat tersebut menggambarkan gelombang yang dahsyat, dan untuk memberikan gambaran betapa dahsyatnya gelombang tersebut, Allah menjadikan gunung sebagai padanannya, sehingga akan terbayang betapa kepanikan yang dialami kaum Nuh akibat air bah tersebut.
Dari tinjauan muatan tasybih tersebut, dikelompokkan dalam kategori amsal al-Qur’an, karena mengandung nilai-nilai historis yaitu kisah Nabi Nuh dengan umatnya yang durhaka. Kekerasan hati umat Nabi Nuh disampaikan tidak secara langsung, akan tetapi hanya digambarkan betapa dahsyatnya siksa yang ditimpakan atas mereka, namun tidak mempengaruhi sikap mereka. Contoh lain terdapat dalam Q.S. Yunus (10): 24
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti (hujan) yang kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanam-tanaman bumi dengan suburnya karena air itu, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi telah sempurnah keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemilikny mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datangnlah kepadanya azab Kami diwaktu malam atau siang, lalu kami jadikan (tanam-tanaman) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum tumbuh kemaren….
Ayat tersebut menggambarkan keadaan hidup dunia yang berlalu begitu cepat dan menipu pandangan manusia. Keadaan serba sementara dan menipu tersebut diibaratkan air hujan yang menumbuhkan tumbuhan indah dan menyilaukan mata. Namun ketika pemiliknya terlena dengan keindahan dan hasilnya, tiba-tiba Allah menghancurkan dan membumi hanguskannya dalam waktu sekejap. Pesan yang disampaikan dalam ayat tersebut, mengandung unsur peringantan agar manusia tidak tertipu dengan kemewahan duniawi, sebab segalanya serba sementara. Pesan tersebut tidak disampaikan Tuhan dengan redaksi yang kaku, akan tetapi hanya memberikan perumpamaan untuk menjadi bahan renungan dan perbandingan, agar manusia yang memberikan penilaian tersendiri betapa hinanya kemewahan hidup di dunia yang tidak dilandasi dengan niali-nilai keimanan. Cara penyampaian pesan tersebut akan lebih menyentuh hati orang-orang yang membaca atau mendengarkan ayat tersebut.
Pada ayat lain, ditemukan perumpamaan-perumpamaan yang menyerupakan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang kongkrit dan dapat dirasakan dan disaksikan oleh indera manusia, sehingga ia dapat membandingkan kenyataan yang tak terjamah akal manusia tersebut dengan fakta yang dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri. Q.S. al-Ankabut (29): 41;
(perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah seperti laba-laba yang membuat rumah). Allah swt, dalam ayat tersebut tidak secara gamblang mencela orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, akan tetapi hanya memberikan gambaran akibat dari perbuatan mereka, yaitu kesia-siaan. Ungkapan yang hampir senada dengan itu, ditemukan dalam firman Allah dalam Q.S. Ibrahim (14): 18.
Kesesatan yang dilakukan orang kafir terhadap Allah, diumpamakan debu yang terbang ke arah mana angin berhembus, sehingga tidak ada manfaat apa-apa yang bisa dipetik dari padanya, bahkan dirinyapun tidak dapat diselamatkan.
Amsal tersebut di atas,dari segi kandungan, dikategorikan sebagai amsal lil hal.
2.Isti’arah
Isti’arah pada dasarnya adalah tasybih yang simpel, namun mempunyai nilai balaghah yang sangat tinggi (al-Hasyimi, 1960: 247).
Amsal dalam bentuk isti’arah, banyak ditemukan dalam al-Qur’an antara lain dalam QS. al-Ra’d (13): 17
Perumpamaan tersebut dirangkai dalam bentuk isti’arah, hal mana Allah menyerupakan kebatilah dengan buih yang tidak berguna dan akan hilang tanpa bekas. Demikian pula Allah menyerupakan kebenaran dengan air yang mendatangkan manfaat bagi manusia.
Kebenaran dan kebatilah adalah dua kenyataan yang abstrak, sehingga Allah menyerupakan kebenaran dengan air yang berguna dan kebatilah dengan busa, yang keduanya dalam wujud kongkrit yang dapat disaksikan oleh manusia, sehingga dengan mudah memberikan penilaian terhadap penomena tersebut.
Masal tersebut adalah konkritasi sesuatu yang bersifat abstrak, sedang dari segi kandungan dikategorikan sebagai amsal al-wasf. Contoh lain dapat ditemukan pada QS al-Hujurat (49): 12.
“janganlah sekali-kali kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan saudaranya yang sudah mati, mata tentulah kamu merasa jijik. Ayat ini mengandung larangan seseorang untuk menggunjing orang lain, lalu menggambarkan betapa bahayanya perbuatan ghibah tersebut, ibarat memakan daging orang lain yang digunjing dalam keadaan sudah menjadi bangkai. Perumpamaan yang disampaikan tersebut cukup menjadi motivasi bagi seorang untuk tidak melakukannya, mengingat buruknya konsekwensi yang dilahirkannya.
Metode peyampaian pesan Ilahiah tersebut sangatlah efektif, sebab langsung menembus daya khayal manusia akan akibat suatu perbuatan yang dilarang.
Berkaitan dengan ayat di atas, Ibn al-Qayyim, seperti yang dikutip oleh Bakri Syekh Amin, bahwa perumpamaan yang terkandung dalam ayat tersebut merupakan perumpamaan yang terindah, karena menyerupakan orang yang merobek-robek harga diri saudaranya dengan merobek-robek dagingnya (Amin, 242: 1994).
3.Dalam bentuk gambaran atau kisah
Bentuk amsal al-Qur’an ketiga adalah gambaran atau kisah yang mempunyai pengaruh dalam jiwa pendengarnya dan mengandung unsur keanehan tanpa ada indikasi tasybih (allegori) atau isti’arah, mesikipun menggunakan kata??? .
Bentuk amsal seperti ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an, antara lain dalam Q.S. al-Baqarah (2): 26.
“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan.
Mencermati ayat yang dikemukakan di atas, tidak nampak adanya indikasi tasybih, akan tetapi mempergunakan kata??? . Perumpamaan tersebut hanya mengandung nilai-nilai yang perlu direnungkan dan dijadikan pelajaran. Olehnya itu, ayat-ayat tersebut dikategorikan dalam kelompok amsal al-i’tibar.
Demikian pembahasan tentang amsal al-Qur’an sebagai salah satu uslub, taswir dan gaya bahasa al-Qur’an dalam menyampaikan nilai-nilai, ajaran, nasehat dan akhlak kepada manusia.
C.Tujuan Amtsal
Tujuan pencatatan Amsal
1.Untuk mengetahui hikmat dan didikan
2.Untuk mengerti kata-kata yang bermakna
3.Untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran
4.Untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda.
5.Untuk memberikan pengetahuan tentang takut akan Tuhan.
6.Konkritasi yang abstrak, motivasi untuk melakukan sesuatu, menjadi peringatan bagi manusia agar menghindari perbuatan buruk, memberikan pujian kepada orang yang berbuat baik, untuk tujuan argumentatif dalam mempertahankan suatu kebenaran mutlak agar manusia tidak dilingkupi perasaan ragu.
7.Untuk dijadikan sebagai bahan renungan dan pelajaran.
D.Urgensi Amtsal
Pentingnya mempelajari amtsal karena pada ayat-ayat amtsal terdapat faedah dan hikmah yag dapat diambil dan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat , berikut beberapa faedah dan hikmahnya.
Menurut Manna’ al-Qattan , amsal dalam Al-Qur’an , secara umum faedahnya ada tiga, yaitu :
1.Melahirkan sesuatu yang gaib dapat dipahami oleh akal dalam rupa yang dapat ditangkap oleh pancaindera.
2.Menyingkap hakikat sesuatu yang jauh dari pikiran , kemudian mendekatkannya.
3.Mengumpulkan makna-makna yang indah, padat dalam suatu ibarat yang pendek dan jelas.
Adapun hikmahnya adalah sebagai berikut:
1.Segala ciptaan Allah yang terdapat di sekitar lingkungan manusia dapat dijadikan pelajaran berharga untuk memantapkan keimanan mereka, terutama dari aspek tanda-tanda kekuasaan Allah. Amsal dalam Al-Qur’an, pada umumnya, yang dipergunakan sebagai objek perumpamaan tersebut adalah alam sekitar manusia, misalnya, gambaran tentang kenikmatan yang ada di surge, ditamsilkan oleh Allah berupa taman-taman yang indah.
2.Perumpamaan tentang kehidupan yang dialami umat-umat terdahulu, baik dalam hubungannya dengan sifat-sifat yang baik, maupun sifat-sifat yang buruk, dimaksudkan sebagai cerminan bagi kehidupan manusia keseluruhan. Oleh karena itu, manusia pada umumnya dan umat Islam khususnya hendaknya membaca dan menghayatinya untuk dijadikan sebagai pelajaran berharga dalam meningkatkan akhlak mulia mereka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.Amsal (perumpamaan) dalam Al-Qur’an, pada hakekatnya, berarti penyerupaan terhadap sesuatu dengan sesuatu yang lain, dengan jalan menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang indag,menarik, dan padat, serta mempunyai pengaruh mendalam tehadap jiwa, atau penonjolan berupa sesuatu makna yang abstrak ke dalam bentuk yang indrawi agar menjadi indah dan menarik, baik dengan jalan tasybih, atau pun dalam bentuk perkataan bebas(bukan tasybih).
2.Amsal dalam Al-Qur’an ada tiga bentuk, yaitu: Amsal musarrahah, amsal kaminah, dan amsal mursalah.
3.Menurut para ulama, salah satu dari aspek kemukjizatan Al-Qur’an adalah karena ia datang, antara lain, dalam bentuk lafal-lafal Amsal yang indah, menarik, fasih, padat, serta mengandung makna-makna yang valid, sahih, dan sangat menyentuh jiwa, yang sulit untuk ditandingi oleh manusia.
4.Amsal Al-Qur’an berfungsi sebagai peringatan dan pelajaran kepada umat manusia demi keselamatan hidupnya di dunia dan di akhirat.
Kesimpulan/penerapan
1.Kitab Amsal mengajarkan tentang kehidupan di dalam kebenaran, keadilan dan kejujuran.
2.Kitab Amsal mengajarkan arti dan tujuan dari kehidupan manusia.
3.Kitab Amsal mengajarkan kemuliaan dari seorang istri yang bijaksana.
4.Kitab Amsal mengajarkan akibat-akibat dari kemalasan.
5.Kitab Amsal mengajarkan bahwa pengetahuan yang tidak disertai dengan takut akan Allah merupakan suatu hal yang tidak berguna.
6.Kitab Amsal membuat seorang yang tidak berpengalaman di dalam kehidupan dapat mempunyai pengetahuan akan arti dan tujuan kehidupan.
No comments:
Post a Comment