My Menus

May 1, 2015

Makalah Pembagian Ilmu Hadits Berdasarkan Kualitasnya

MAKALAH ILMU HADITS
"PEMBAGIAN ILMU HADITS BERDASARKAN KUALITASNYA"



DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014



BAB I
PEMBAHASAN

A.Latar Belakang
Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.

Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.

Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.

B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.Apa pengertian hadits Shahih, Hasan dan Dhoif?
2.Apa syarat-syarat hadits Shahih?
3.Apa penyebab hadits dhoif Serta macam-macamnya?

BAB II
PEMBAHASAN
A.Hadits Shahih
Kata shahîh secara etimologi dari kata shahha, yashihhu, shuhhan wa shihhatan wa shahhâhan. Yang menurut bahasa berarti sehat, yang selamat, yang benar, yang sah, dan yang sempurna yang merupakan lawan dari saqim (sakit). Hadits sahih adalah hadits yang bersambung sampai kepada nabi Muhammad serta didalam hadits tersebut tidak terdapat kejanggalan dan cacat.

Menurut ‘ulama ahli hadits, definisi hadits shahih secara terminologi adalah:

ما رواه عدل تام الضبط متصل مسند غير معلل ولا شاذ
“Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna kedhabitannnya, bersambung terus sanadnya kepada Nabi s.a.w., tidak ber-illat (ada sesuatu yang cacat) dan tidak syadz (bersalahan riwayat itu dengan riwayat yang lebih raih dari padanya).”[1].

1.Kriteria hadits shahih
Sebuah hadits dikatakan sahih apabila memenuhi kriteria yang meliputi:
a.Sanadnya bersambung ialah sanadnya bersambung sampai ke musnad, dalam sifat disebut hadits yang muttashil dan mausul (yang bersambung),
c.Seluruh periwayat dalam sanad hadits sahih bersifat adil adalah periwayat yang memenuhi syarat-syarat yaitu beragama Islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama, memelihara kehormatan diri
d.Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabith, ialah memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna. Dia memahami dengan baik apa yang diriwayatkannya serta mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja di kehendaki,
e.Sanad dan matan hadits yang sahih itu terhindar dari syadz (kontroversial) atau sejahtera dari keganjilan (tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih rajih).
f.Sanad dan matan hadis terhindar dari i’llat. I’llat adalah sifat tersembunyi yang mengakibatkan hadits tersebut cacat dalam penerimaannya, kendati secara lahiriah hadits tersebar dari ‘illath.

Contoh hadits shahih: Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap sendi tubuh badan manusia menjadi sedekah untuknya pada setiap hari matahari terbit, kamu melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah sedekah kamu membantu orang yang menaiki kenderaan atau kamu mengangkat barang-barang untuknya kedalam kenderaan adalah sedekah, Perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah kamu berjalan untuk menunaikan solat adalah sedekah dan kamu membuang perkara-perkara yang menyakiti di jalan adalah sedekah.” (H.R Bukhari dan Muslim). 

2.Pembagian hadits shahih
Para ”ulama membagi hadits shahih menjadi dua, yaitu Shahih Lidzatihi dan Shahih Lighairihi.
a).Hadits sahih lidzatih
Hadits Shahih Lidzatihi adalah hadits yang dirinya sendiri telah memenuhi kriteria ke-shahih-an sebagaiman disebutkan di atas, dan tidak memerlukan penguat dari yang lainnya. Hadits ini antara lain diriwayatkan oleh Bukhari dengan sanad antara lain oleh, adam Ibn Iyas, Syu’bah, Ismail Ibn Safar, Al-Sya’by, Abdullah Ibn Amir Ibn Ash. Rawi dan sanad Al-Bukhari memenuhi kriteri Hadits lidzatih.

b).Hadits sahih lighairih
KehujjahanHadits Shahih Lighairihi adalah hadits yang keshahihannya dibantu oleh adanya keterangan lain. Hadits kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek ke-dhabit-an perawinya (qalil adh-dhabth). Di antara perawinya ada yang kurang sempurna kedhabitannya, sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan untuk menduduki derajat hadits Shahih Lidzatihi.

Ibnu Hazm al- Dhahiri menetapkan bahwa hadits sahih memfaedahkan ilmu qath’i dan wajib diyakini dengan demikian hadits sahih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu akidah, yang perlu dipahami bahwa martabat hadis sahih ini tergantung kedhabitannya dan keadilan perawinya, dan semakin dhabit dan adil siperawinya makin tinggi pula tingkatan kualitas hadits yang diriwayatkannya. Maka dapat di simpulkan bahwa hadits sahih sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi kedudukannya dari hadits hasan dan dho’if, tetapi berada dibawah kedudukan hadits mutawatir. Semua ulama sepakat menerima hadits sahih sebagai sumber ajaran Islam atau hujjah, dalam bidang hukum dan moral. Tetapi, sebagian ulama menolak kehujjahan hadits sahih dalam bidang aqidah, sebagian lagi dapat menerima, tetapi tidak mengkafirkan mereka yang menolak.

Contoh untuk hadits shahih lighoirihi adalah sabda Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam :

ابْتَعْ عَلَيْنَا إِبِلًا بِقَلَائِصَ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ إِلَى مَحِلِّهَا
“Juallah kepada kami unta dengan menggantinya dari unta zakat ketika sudah sampai tempatnya”.

B.  Hadits Hasan
Hasan berarti yang baik, yang bagus, jadi hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil yang rendah daya hafalnya tetapi tidak rancu dan tidak bercacat. Hadis hasan ialah hadits yang mutttasil sanadnya diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit tetapi kadar kedhabitannya di bawah kedhabitan hadis sahih dan hadits itu tidak syadz dan tidak pula terdapat ‘illat.
1.Kriteria hadits hasan
Hadits hasan juga mempunyai kriteria yaitu:
a.Sanadnya bersambung,
b.Para periwayat bersifat adil,
c.Diantara orang periwayat terdapat orang yang kurang dhabith,
d.Sanad dan matan hadits terhindar dari kejanggalan, dan
e.Tidak ber-illat (cacat).

2.Pembagian hadits hasan
a.Hadits Hasan lidzatih
Adalah hadits yang mencapai derajat hasan dengan sendirinya sedikitpun tidak ada dukungan dari hadits lain dan kalau ada hanya di sebut hadits hasan maka yang dimaksud adalah hadits lidzatih. 
Contoh hadits Hasan lidzatihi adalah sabda Nabi Shollallohu alaihi wa Salaam :
من رحم و لو ذبيحة عصفور رحمه الله يوم القيامة “
“Barangsiapa yang mengasihi, sekalipun dalam menyembelih burung kecil, maka Allah Subhanahu wa Ta’alaa akan mengasihinya pada hari kiamat”.

Takhrij : Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam “Adaabul Mufrood” dari Jalan :
حدثنا محمود قال حدثنا يزيد قال أخبرنا الوليد بن جميل الكندي عن القاسم بن عبد الرحمن عن أبى أمامة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم
Kedudukan sanadnya : Semua perowinya tsiqoh, kecuali Al Waliid bin Jamiil dan Al Qoosim bin Abdur Rokhman, keduanya perowi shoduq, sehingga haditsnya Hasan, sebagaimana penilaian Imam Al Albani dalam Ta’liqnya dan “Silsilah hadits Shahihah”.

b.Hadits hasan lighairih
Hadits hasan lighairih adalah hadits yang pada asalnya adalah hadits dhaif yang kemudian meningkat derajatnya menjadi hasan karena ada riwayat lain yang mengangkatnya.

Contoh hadits hasan: sekiranya aku tidak memberatkan umatku, tentu kuperintahkan mereka bersiwak menjelang setiap sholat, matan hadits ini memiliki jalur sanad, Muhammad bin Amr, dari Abi Salamah, dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW. dan Muhammad bin Amr diragukan hafalan, kekuatan ingatan dan kecerdasannya meskipun banyak yang menganggapnya terpecaya hadits ini bersifat hasan lizatih dan sahih lighairih, karena diriwayatkan pula oleh guru muhammad dan dari gurunya lagi hadits itu diriwayakan pula oleh Abu Hurairah oleh banyak orang diantaranya al-A’raj bin Hurmuz dan Sa’id al-Maqbari. At- Tarmizi ia adalah orang yang pertama kali mengeluarkan hadits hasan.

Meskipun ada hadits dahif yang meningkat menjadi hadis hasan tidak semua hadits dhaif bisa meningkat menjadi hadits hasan, hadits dhaif yang bisa meningkat menjadi hadits hasan adalah hadits-hadits yang tidak terlalu lemah seperti hadits maudhu, matruk, dan munkar derajatnya bisa lebih meningkat, jika hadits diriwayatkan oleh periwayat yang dhaif karena banyaknya kesalahan atau karena mufsiq maka ia bukanlah hadits hasan lighairih. Sebaliknya hadits daif yang diriwayatkan oleh periwayat yang dhaif karena fasiq atau di tuduh berdusta lalu ada hadits yang juga diriwayatkan oleh  periwayat yang kualitasnya sama maka hadits itu bukan hanya tidak bisa naik derajatnya menjadi hasan melainkan justru hadits itu bertambah dhaif.

c.Kehujjahan Hadits Hasan
Hadits hasan dapat di gunakan sebagai berhujjah dalam menentapkan suatu kepastian hukum dan ia harus diamalkan baik hadits hasan lidzatih maupun  hasan lighairih, al- Khattabi mengungkapkan bahwa atas hadits hasanlah berkisar banyak hadits karena kebanyakan hadits tidak mencapai tingkatan sahih, hadis ini kebanyakan diamalkan oleh ulama hadits.

C.Hadits Dhaif 
Secara bahasa, hadits dhaif berasal dari kata dhu’fun berarti hadits yang lemah. Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Secara terminologi hadits dhaif adalah suatu hadits yang tidak terdapat ciri-ciri ke sahihan dan kehasanan suatu hadits, sahih tidaknya suatu hadits merupakan hasil peninjaun dari sisi di terima atau ditolaknya suatu hadits, oleh karena itu hadis ini terdapat sesuatu yang di dalamnya tertolak yang tidak terdapat ciri-ciri di terimanya hadits ini.

1.Kriteria hadits dhaif
Adapun ciri-ciri hadits daif ialah;
a.Periwatnya seorang pendusta atau tertuduh pendusta,
b.Banyak membuat kekeliruan,
c.Suka pelupa,
d.Suka maksiat atau fasik,
e.Banyak angan-angan,
f.Menyalahi periwayat kepercayaan,
g.Periwayatnya tidak di kenal,
h.Penganut bid’ah bidang aqidah, dan
i.Tidak baik hafalannya.

Dan yang kemungkinan besar merupakan hadits dho’if adalah hadits yang diriwayatkan secara bersendirian oleh ‘Uqaili, Ibn ‘Adi, Khatib Al Baghdadi, Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh-nya, Adailami dalam Musnad Firdaus, atau Tirmidzi Al Hakim dalam Nawadirul Ushul dan beliau bukanlah Tirmidzi penulis kitab Sunan atau Hakim dan Ibnu Jarud dalam Tarikh keduanya.
Contoh hadits dhaif adalah: “ Bahwasannya Rasul wudhu dan beliau mengusap kedua kaos kakinya”. Hadits ini dikatakan dhaif karena diriwayatkan dari Abu Qais al-Audi, seorang rawi yang masih dipersoalkan.

2.Pembagian hadits dhaif
Hadist dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
a.Hadits dhaif karena gugurnya rawi dalam sanadnya. 
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu ataubeberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :
1).Hadits Mursal. 
Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi pada tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan melihat dari rawi yang terdekat dengan imam yang membukukan hadits, seperti Bukhari, sampai kepada rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Contoh hadits mursal :
Artinya :
Rasulullah bersabda, “ Antara kita dan kaum munafik munafik (ada batas), yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh; mereka tidak sanggup menghadirinya”.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Abdurrahman, dari Harmalah, dan selanjutnya dari Sa’id bin Mustayyab. Siapa sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Sa’id bin Mustayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad hadits di atas.

Kebanyakan Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits dhaif, karena itu tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan dalam beramal. Namun, sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah asalkan para rawi bersifat adil.

2).Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para ulama memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah tabi’in.

Contoh hadits munqathi’ :
Artinya : 
Rasulullah SAW. bila masuk ke dalam mesjid, membaca “dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatMu”.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Ali Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin Hasan, dari Fatimah binti Al-Husain, dan selanjutnya dari Fathimah Az-Zahra. Menurut Ibnu Majah, hadits di atas adalah hadits munqathi’, karena Fathimah Az-Zahra (putri Rasul) tidak berjumpa dengan Fathimah binti Al-Husain. Jadi ada rawi yang gugur (tidak disebutkan) pada tingkatan tabi’in.

3). Hadits Mu’dhal
Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami. Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.
Contohnya adalah hadits Imam Malik mengenai hak hamba, dalam kitabnya “Al-Muwatha” yang berbunyi : Imam Malik berkata : Telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Budak itu harus diberi makanan dan pakaian dengan baik.

Di dalam kitab Imam Malik tersebut, tidak memaparkan dua orang rawi yang beriringan antara dia dengan Abu Hurairah. Kedua rawi yang gugur itu dapat diketahui melalui riwayat Imam Malik di luar kitab Al-Muwatha. Imam Malik meriwayatkan hadits yang sama : Dari Muhammad bin Ajlan , dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah. Dua rawi yang gugur adalah Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.

4).Hadits mu’allaq
Menurut bahasa,hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Batasan para ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bisa juga bila semua rawinya digugurkan    ( tidak disebutkan ).
Contoh :
Bukhari berkata : Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah dari Abu Huraira, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Artinya :
Janganlah kamu melebihkan sebagian nabi dengan sebagian yang lain.
Berdasarkan riwayat Bukhari, ia sebenarnya tidak pernah bertemu dengan Malik. Dengan demikian, Bukhari telah menggugurkan satu rawi di awal sanad tersebut. Pada umumnya, yang termasuk dalam kategori hadits mu’allaq tingkatannya adalah dhaif, kecuali 1341 buah hadits muallaq yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. 1341 hadits tersebut tetap dipandang shahih, karena Bukhari bukanlah seorang mudallis ( yang menyembunyikan cacat hadits ). Dan sebagian besar dari hadits mu’allaqnya itu disebutkan seluruh rawinya secara lengkap pada tempat lain dalam kitab itu juga.

b.Hadits dhaif karena adanya cacat pada rawi atau matan.
Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi. Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat sisipan di tengah-tengah lafadz hadits atau diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dari maksud lafadz yang sebenarnya.
Contoh-contoh hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi :

1).Hadits Maudhu’.
Menurut bahasa, hadits ini memiliki pengertian hadits palsu atau dibuat-buat. Para ulama memberikan batasan bahwa hadis maudhu’ ialah hadits yang bukan berasal dari Rasulullah SAW. Akan tetapi disandarkan kepada dirinya. Golongan-golongan pembuat hadits palsu yakni musuh-musuh Islam dan tersebar pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam, yakni kaum yahudi dan nashrani, orang-orang munafik, zindiq, atau sangat fanatic terhadap golongan politiknya, mazhabnya, atau kebangsaannya. Hadits maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadits dhaif. Peringatan Rasulullah SAW terhadap orang yang berdusta dengan hadits dhaif serta menjadikan Rasul SAW sebagai sandarannya.“Barangsiapa yang sengaja berdusta terhadap diriku, maka hendaklah ia menduduki tempat duduknya dalam neraka”.

Berikut dipaparkan beberapa contoh hadits maudhu’:
a).Hadits yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia katakana bahwa hadits itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan selanjutnya dari Rasulullah SAW. berbunyi : “Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di maqam Ibrahim dua rakaat” Makna hadits tersebut tidak masuk akal.  adapun hadits lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh turunan”. Hadits tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. ” Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa yang lain”. ( Al-An’am : 164 ).
b).“Siapa yang memperoleh anak dan dinamakannya Muhammad, maka ia dan anaknya itu masuk surga”. “orang yang dapat dipercaya itu hanya tiga, yaitu: aku (Muhammad), Jibril, dan Muawiyah”.

Demikianlah sedikit uraian mengenai hadits maudhu’. Masih banyak hadits-hadits lainnya yang sengaja dibuat oleh pihak kufar. Sedikit sejarah, berdasarkan pengakuan dari mereka yang memalsukan, seperti Maisarah bin Abdi Rabbin Al-Farisi, misalnya, ia mengaku telah membuat beberapa hadits tentang keutamaan Al-Qur’an dan 70 buah hadits tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib. Abdul Karim, seorang zindiq, sebelum dihukum pancung ia telah memalsukan hadits dan mengatakan : “aku telah membuat 3000 hadits; aku halalkan barang yang haram dan aku haramkan barang yang halal”.

2).Hadits matruk atau hadits mathruh
Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Para ulama memberikan batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik berkenaan dengan hadits ataupun mengenai urusan lain ), atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.

Contoh hadits matruk : “Rasulullah Saw bersabda, sekiranya tidak ada wanita, tentu Allah dita’ati dengan sungguh-sungguh”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ya’qub bin Sufyan bin ‘Ashim dengan sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi, seperti : Muhammad bin ‘Imran, ‘Isa bin Ziyad, ‘Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya, Said bin mutstayyab, dan Umar bin Khaththab. Diantara nama-nama dalam sanad tersebut, ternyata Abdur Rahim dan ayahnya pernah tertuduh berdusta. Oleh karena itu, hadits tersebut ditinggalkan / dibuang.
 
3).Hadits Munkar
Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak dikenal. Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat. 

Contoh: 
Artinya: “Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan zakat, mengerjakan haji, dan menghormati tamu, niscaya masuk surga. ( H.R Riwayat Abu Hatim )”.
Hadits di atas memiliki rawi-rawi yang lemah dan matannya pun berlainan dengan matan-matan hadits yang lebih kuat.

4).Hadits Mu’allal
Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat . Para ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang mengandung sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya. Contoh :Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka belum berpisah”.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dengan bersanad pada Sufyan Ats-Tsauri, dari ‘Amru bin Dinar, dan selanjutnya dari Ibnu umar. Matan hadits ini sebenarnya shahih, namun setelah diteliti dengan seksama, sanadnya memiliki illat. Yang seharusnya dari Abdullah bin Dinar menjadi ‘Amru bin Dinar.
5).Hadits mudraj
Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh Rasulullah bersabda : “Saya adalah za’im ( dan za’im itu adah penanggung jawab ) bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah; dengan tempat tinggal di taman surga”.

Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan ( dengan tempat tinggal di taman surga ), karena tidak termasuk sabda Rasulullah SAW.

6).Hadits Maqlub
Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.Contoh :Rasulullah SAW bersabda : Apabila aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka jauhilah ia sesuai kesanggupan kamu. (Riwayat Ath-Tabrani)

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, semestinya hadits tersebut berbunyi : Rasulullah SAW bersabda : “Apa yang aku larag kamu darinya, maka jauhilah ia, dan apa yang aku suruh kamu mengerjakannya, maka kerjakanlah ia sesuai dengan kesanggupan kamu”.

7).Hadits Syadz
Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang diberikan para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad, pada matan, ataupun keduanya.

Contoh “Rasulullah bersabda : “Hari arafah dan hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Rabah dengan sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi yang dipercaya, namun matan hadits tersebut ternyata ganjil, jika dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya. Pada hadits-hadits lain tidak dijumpai ungkapan . Keganjilan hadits di atas terletak pada adanya ungkapan tersebut, dan merupakan salah satu contoh hadits syadz pada matannya. Lawan dari hadits ini adalah hadits mahfuzh.

c.Kehujjahan hadits dhaif
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:
1).Level kedhaifannya tidak parah. Hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya, dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan. Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).
2).Berada di bawah nash lain yang shahih. Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3).Ketika mengamalkannya, tidak boleh meyakini ke-tsabit-annya. Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi. Contoh :
حديث: (ان النبى صلى الله عليه وسلم توضأ ومسح على الجوربين) فهذا ضعيف لانه يروى عن أبي قيس الاودى  وهو ضعيف.
"Bahwasannya Rasulullah berwudhu dan mengusap kedua kaos kaki" ini hadis dha'if karena diriwayatkan dari "Abi Qais al-Audi".
si ini dari Rasulullah SAW.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1.Pembagian hadits berdasarkan kualitasnya terdiri atas 3, yaitu hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dha’if. Kata shahîh secara etimologi dari kata shahha, yashihhu, shuhhan wa shihhatan wa shahhâhan. Yang menurut bahasa berarti sehat, yang selamat, yang benar, yang sah, dan yang sempurna yang merupakan lawan dari saqim (sakit). Hadits sahih adalah hadits yang bersambung sampai kepada nabi Muhammad serta didalam hadits tersebut tidak terdapat kejanggalan dan cacat. Hadis hasan ialah hadits yang mutttasil sanadnya diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit tetapi kadar kedhabitannya di bawah kedhabitan hadis sahih dan hadits itu tidak syadz dan tidak pula terdapat ‘illat. Secara bahasa, hadits dhaif berasal dari kata dhu’fun berarti hadits yang lemah. Secara terminologi hadits dhaif adalah suatu hadits yang tidak terdapat ciri-ciri ke sahihan dan kehasanan suatu hadits, sahih tidaknya suatu hadits merupakan hasil peninjaun dari sisi di terima atau ditolaknya suatu hadits, oleh karena itu hadis ini terdapat sesuatu yang di dalamnya tertolak yang tidak terdapat ciri-ciri di terimanya hadits ini.

2.Ciri-ciri hadits shahih yaitu: Sanadnya bersambung, Seluruh periwayat dalam sanad hadits sahih bersifat adil, Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabith, Sanad dan matan hadits yang sahih itu terhindar dari syadz,dan terhindar dari i’llat. Ciri-ciri hadits hasan yaitu: Sanadnya bersambung, para periwayat bersifat adil, di antara orang periwayat terdapat orang yang kurang dhabith, sanad dan matan hadits terhindar dari kejanggalan, dan tidak ber-illat (cacat).

DAFTAR PUSTAKA
Jayadi, M .2012. Metodologi Kajian Hadits.Makassar: Alauddin University Press. 
http://jonikawijaya.wordpress.com/makalah/makalah-ulumul-hadits-pembagian-hadits/.
http://ikhwahmedia.wordpress.com/2013/07/13/taliq-nukhbatul-fikr-contoh-hadits-shahih-li.

No comments:

Post a Comment