MAKALAH
ETIKA PENGEMBANGAN PROFESI KEGURUAN
"KOMUNITAS PEMBELAJAR"
DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami “Komunitas Pembelajar”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya yang telah menjadi suri teladan bagi kita semua.
Makalah ini memuat tentang komunitas pembelajar yang ada dalam dunia pendidikan. Materi yang terdapat dalam makalah ini disusun dari berbagai sumber pustaka seperti yang terlihat pada daftar pustaka. Pada dasarnya makalah ini digunakan sebagai bahan ajaran bagi mahasiswa.
Karena keterbatasan pengetahuan dalam penyusunan, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan atau kesalahan didalamnya baik dari segi isi maupun bahasa. Semoga segala aktivitas keseharian kita sebagai mahasiswa mendapat berkah dari Allah SWT dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.
Samata, 01 Desember 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia belum mampu menjawab kebuntuan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hal ini disebabkan tantangan dan rintangan dunia pendidikan kita dari tahun ke tahun dirasakan makin berat. Apalagi, tantangan terberat di abad ke-21, pendidikan kita bukan hanya dibebani oleh pekerjaan membenahi sistem manajemen, metode, strategi pembelajaran dan sistem evaluasi yang bermutu, tetapi juga harus bersaing dengan output negara-negara lain di dunia. Untuk itu pendidikan nasional ditantang untuk bersaing dari segi kualitasnya dengan negara-negara lain di dunia.
Berbagai problem fundamental yang dihadapi oleh pendidikan nasiona kita saat ini tercermin dari realitas pendidikan yang kita jalani. Dalam konteks metode dan strategi pembelajaran di persekolahan, kebanyakan para tenaga pengajar masih kurang kreatif. Seperti yang diungkapkan oleh Suyanto bahwa tenaga pengajar di Indonesia kurang inovatif, mengingat metode pembelajar yang dipakai masih sangat konservatif. Metode-metode pembelajaran yang disampaikan dalam suatu proses pempelajaran di sekolah telah membuka jurang pemisah antara pendidik dengan peserta didik.
Penanaman kreativitas sangat penting agar para peserta didik mampu berpikir fleksibel dan banyak alternatif yang dikuasai dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah membangun manusia pembelajar kepada peserta didik, yakni menjadikan kegiatan belajar sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Manusia pembelajar belajar dari banyak hal seperti keberhasilan atau kegagalan orang lain, pengalaman diri sendiri, buku-buku, hasil penelitian, hasil observasi dan lain sebagainya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai komunitas pembelajar melalui asesmen alternatif, karena melalui asesmen ini peserta didik dibimbing dan dilatih untuk menemutunjukkan kemampuan menangani hal-hal yang kompleks melalui penerapan pengetahuan dan keterampilan tentang sesuatu dalam bentuk yang paling nyata (real-world application) sehingga diharapkan melalui asesmen ini terjadi proses perubahan tingkah laku peserta didik menuju kondisi yang lebih baik, yang pada akhirnya memiliki keunggulan kompetitif yang diperlukan peserta didik untuk bersaing di dunia global.
B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian komunitas pembelajar?
2.Bagaimana ciri-ciri komunitas pembelajar?
3.Bagaimana membangun komunitas Pembelajar di persekolahan?
4.Bagaimana menjadi komunitas pembelajar melalui asesmen alternative?
C.Tujuan
1.Mengetahui pengertian komunitas pembelajar.
2.Mengetahui cirri-ciri komunitas pembelajar.
3.Mengetahui cara membangun pembelajar di persekolahan.
4.Mengetahui cara menjadi komunitas pembelajar melalui asesmen alternatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Komunitas Pembelajar
Senge (1990) mendefinisikan komunitas pembelajaran sebagai sebuah organisasi dimana anggotanya mengembangkan kapasitasnya secara terus menerus untuk mencapai hasil yang diinginkan, mendorong pola berpikir yang baru dan luas, dan terus belajar bagaimana belajar bersama-sama.
Proses “mentransformasikan” potensi peserta didik menjadi manusia “unggul” adalah tugas komunitas organisasi pembelajar, terutama tugas tenaga pendidiknya. Menurut Poplin komunitas adalah satuan kebersamaan hidup
sejumlah orang banyak yang memiliki ciri-ciri:
1.teritorialitas yang terbatas;
2.keorganisasian tata kehidupan bersama dan
3.berlakunya nilai-nilai dan orientasi nilai yang kolektif.
Komunitas mencakup individu-individu, keluarga-keluarga dan juga lembaga yang saling berhubungan secara interdependen. Untuk itu komunitas bersifat kompleks, dari makna kehidupannya ditentukan oleh orientasi nilai yang berlaku, artinya oleh kebudayaannya Posisi dan peranan individu di dalam komunitas tidak lagi bersifat langsung sebab perilakunya sudah tertampung atau diredam oleh keluarga dan kebudayaan yang mencakup dirinya. Sebaliknya pengaruh komunitas terhadap individu tersalur melalui keluarganya dengan melalui lembaga yang ada. Dengan demikian keluarga dan lembaga dalam sebuah komunitas dipandang sebagai “wahana sosialisasi” atau “penyebaran nilai-nilai budaya” yang bila diabstraksikan menjadi “model” kehidupan bersama yang utuh sebagai suatu sistem bayangan.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa membangun komunitas pembelajar itu mungkin merupakan pekerjaan pendidikan yang paling khas, karena didalamnya terkandung perbuatan mengajar, mendidik, melatih, memberikan contoh, membangun keteladanan bahkan mungkin memandu atau menggurui. Atau dengan perkataan lain pekerjaan pendidik dalam konteks ini adalah membangun wahana sosialisasi atau penyebaran nilai-nilai budaya belajar kepada peserta didik, sehingga belajar menjadi bagian dari kehidupannya. Untuk itu komunitas pembelajar dapat diartikan sebagai kumpulan orang-orang yang menjadikan belajar sebagai bagian dari kehidupadan kebutuhan hidupnya. Komunitas pembelajar ini, dapat belajar dari banyak hal, misalnya dari pengalaman keberhasilan atau kegagalan orang lain, pengalaman diri sendiri, buku-buku, jurnal, majalah, koran, hasil-hasil penelitian, hasil observasi ataupun pengalaman yang bersifat spontan.
Oleh karena itu, komunitas pembelajar akan tercapai apabila tercipta lingkungan belajar yang kondusif, yaitu terciptanya suasana lingkungan internal dan eksternal peserta didik untuk belajar, sehingga terbangun suatu komunitas peserta didik yang menjadikan belajar sebagai kebutuhan utama. Pada akhirnya akan membangun peserta didik yang memiliki mental sebagai manusia pembelajar. Menurut Sudarwan Danim, terdapat lima pilar utama yang mutlak ada untuk menjadi manusia pembelajar yaitu:
1)Rasa ingin tahu, Ini merupakan awal seseorang untuk menjadi manusia pembelajar, karenaseseorang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah pembelajar sejati ;
2)Optimisme, Inilah modal dasar seseorang untuk tidak mudah menyerah dengan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapinya ;
3)Keikhlasan, sebab hanya orang-orang yang ikhlas nyaris tidak mengenal lelah
4)Konsistensi
5)Pandangan visioner, yakni pandangan jauh ke depan, melebihi batasbatas pemikiran orang kebanyakan.
B.Ciri-Ciri Komunitas Pembelajaran
Ciri-ciri utama komunitas pembelajaran yaitu :
1.Dukungan Pembelajaran
Sekolah sebagai komunitas pembelajaran hendaknya memiliki tekad yang bulat mengenai nilai pembelajaran untuk semua. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa belajar sesunguhnya menyenangkan, bahwa semua anggota komunitas memiliki kapasitas untuk belajar, dan setiap orang memiliki kemampuan yang dapat digunakan dan karenanya perlu dihormati. Manusia perlu belajar bagaimana belajar. Secara umum, masih banyak sekolah yang berfokus pada isi pembelajaran semata. Dalam sebuah komunitas, pembelajaran seharusnya terfokus pada proses, isi dan hasil (outcome). Membangun komunitas pembelajaran sesungguhnya mengharuskan sekolah mendefinisikan kembali harapan-harapan guru, orang tua, kepala sekolah dan siswa serta hubungan mereka secara utuh.
2.Dukungan Guru
Melalui komunitas pembelajaran, siswa diberdayakan, menjadi pelajar yang mandiri (self-directed) dan committed
Guru dan administrator merupakan pelajar yang committed dengan inkuiri dan refleksi yang berkesinambungan. Mereka adalah pelajar sepanjang hayat yang mengetahui detil pengajaran dan kebutuhan untuk terus memperdalam pengetahuan mereka
a.Kepala Sekolah adalah pemimpin pembelajaran, menjadi model belajar sepanjang hayat dan membantu pembelajaran anggota komunitas lainnya
b.Orang tua adalah parner pembelajaran
c.Tercipta lingkungan bekerja berfokus belajar, aktivitas belajar formal dan informal diberi penghargaan yang sama
3.Dukungan Orang Tua
Di dalam komunitas pembelajaran, orang tua siswa dan anggota komunitas lainnya tidak diperlakukan sebagai pihak luar, melainkan sebagai partisipan penuh. Sekolah perlu mengembangkan strategi untuk meningkatkan keterampilan dan pemahaman orang tua siswa. Bila sekolah ingin menjadi sebuah komunitas, saling berhubungan, berkaitan dan berbagi dengan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder), sekolah tidak boleh dihalangi oleh berbagai batas dan aturan-aturan formal yang tidak produktif. Oleh karena itu sekolah perlu:
a.Membangun kesejawatan dengan orang tua siswa.
b.Membangun kesan komunitas di dalam sekolah dengan meruntuhkan batas-batas antara mata pelajaran dan membangun tim pembelajaran di dalam kelas(classroom community), dan
c.Membangun jaringan dan kesejawatan dengan komunitas lainnya
4.Dukungan Pemimpin
Kepemimpinan di dalam komunitas pembelajaran adalah pekerjaan yang penting. Bila kepala sekolah adalah pemimpin di dalam belajar, pemimpin lainnya harus ditemukan di semua level komunitas pembelajaran. Di dalam sebuah komunitas pembelajaran, pemimpin berperan sebagai designer, guru dan administrator. Peran kepemimpinan ini memerlukan pengembangan keterampilan baru untuk;
a.Membangun visi yang sama
b.Mengomunikasikan dan mengimplementasikan prosedur pelaksanaan,
c.Membantu pola sistematik dalam berpikir
Di dalam sebuah komunitas pembelajaran, kepemimpinan, kekuasaan dan otoritas didapatkan melalui;
a.Kapasitas untuk memimpin secara kolaboratif
b.Kualitas kontribusi terhadap budaya dan operasional sekolah, dan
c.Pengetahuan, kebijaksanaan, pengertian dan pengambilan keputusan
Otoritas yang didapatkan dengan cara seperti di atas jauh lebih berpengaruh dan tahan lama daripada otoritas yang diperoleh melalui posisi hirarki. Di dalam komunitas pembelajaran, pendelegasian kepemimpinan bersifat esensial.
5.Budaya Kerjasama
Sekolah yang berperan sebagai komunitas pembelajaran memiliki budaya kerjasama yang dicirikan dengan komitmen untuk:
a.Peningkatan yang berkesinambungan
b.Mencari praktek yang lebih baik di dalam dan di luar sekolah
c.Memberikan kontribusi ke praktek sekolah lain dengan membagi gagasan
d.Melakukan refleksi kritis dalam situasi terbuka dan saling menghargai
e.Mendiskusikan tujuan, nilai dan praktek sekolah
C.Membangun Komunitas Pembelajar di Persekolahan
Untuk “membangun komunitas pembelajar” di lingkungan persekolahan, tugas pendidik bukan hanya mendidik dan mengajar tetapi juga mengajarkan materi yang menuntut keterampilan praktis bekal hidup dalam menghadapi kehidupan dunia nyata. Karena itu pendidik tidak cukup hanya mengandalkan perubahan internal dari peserta didik secara individual, tetapi harus dilakukan dengan pengorganisasian lingkungan belajar sehingga menjadi kondusif bagi terbangunnya lingkungan belajar.
Menurut Chubb, terdapat tiga landasan untuk membangun komunitas pembelajar, yaitu: Pertama, peningkatan mutu proses pendidikan di persekolahan dan dukungan dari pemerintah dalam pendanaan dan penyederhanaan prosedur kerja serta dukungan kuat dari dunia usaha; Kedua, tersedianya sumber daya manusia, sarana dan prasarana pembelajaran yang bermutu, kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan pemerataan, relevansi, efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, keberlangsungan pendidikan dan kekuatan ekonomi masyarakat; Ketiga, jaringan kemasyarakatan yang menjelma sebagi komunitas pembelajar Ketiga landasan tersebut, bersifat sinergis sehingga diyakini akan mampu menjadi pijakan dalam pembentukan komunitas belajar.
Untuk memenuhi ketiga landasan di atas, pendidik (guru) diharapkan mampu menjadi manajer kelas yang dapat menciptakan kondisi pembelajaran melalui tugas-tugas pedagogis yang menekankan pada pembentukan peserta didik yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan emosional, spiritual dan intelektual yang selama ini terabaikan. Seperti yang diungkapkan oleh Suyanto pendidikan kita di semua jenjang, sampai saat ini masih mementingkan aspek kognitif. Aspek afektif seperti kecerdasan emosional, untuk saat ini lebih dikenal dengan Emotional Intelligence (EI) dan sistem nilai (values system) masih belum mendapat perhatian yang memadai. Bahkan praktek-praktek moral bernegara dan berbangsa yang terjadi dalam keseharian belum mencerminkan tingkat moralitas yang tertinggi yang dapat dijadikan sebagai panutan yang bersifat mendidik anak-anak bangsa ini1 .
Tantangan utama yang dihadapi sekolah sesungguhnya berasal dari warganya sendiri. Agar sekolah dapat menjadi sebuah komunitas pembelajaran, diperlukan waktu untuk berdiskusi secara terbuka. Diskusi tentang perubahan pendidikan yang lebih luas dan pembelajaran hendaknya bergerak naik dan turun. Adalah penting bagi seluruh stakeholder untuk memikirkan apa yang terjadi, menyepakati prinsip-prinsip kerjasama dan memanfaatkan praktek yang sudah ada untuk tumbuh. Tidak ada satu cara terbaik untuk membangun sebuah komunitas pembelajaran. Setiap sekolah hendaknya meramu sendiri strategi yang terbaik bagi konteks sekolah bersangkutan.
Oleh karena itu perlu ditempuh berbagai langkah baik dalam bidang manajemen, perencanaan, pengelolaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran yang banyak dilakukan pendidik pada saat ini,umumnya menekankan pada aspek kognitif saja yang berorientasi pada produk (hasil) dan jarang melakukan assessment yang menilai peran serta peserta didik dalam berpartisipasi aktif pada pembelajaran, mengkontribusikan pikiran atau pendapat yang berorientasi pada proses. Salah satu caranya melalui asesmen alternatif, yakni suatu penilaian yang dapat memberikan informasi lebih banyak tentang kemampuan peserta didik dalam proses maupun produk, bukan sekedar memperoleh informasi tentang jawaban benar atau salah saja.
D.Menjadi Komunitas Pembelajar Melalui Asesmen Alternatif
Gagne menyatakan bahwa melalui kegiatan belajar dalam suatu periode
tertentu diharapkan terjadi perubahan perilaku yang menetap . Sedangkan Nana Syaodih menjelaskan bahwa belajar sesuatu bidang pelajaran minimal meliputi tiga proses, yakni:
1.proses mendapatkan atau memperoleh informasi baru untuk melengkapi atau menggantikan informasi yang telah dimiliki atau menyempurnakan pengetahun yang telah ada;
2.transformasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas yang baru (cara mengolah informasi untuk sampai kepada kesimpulan yang lebih tinggi)
3.proses evaluasi untuk mengecek apakah manipulasi sudah memadai untuk
dapat menjalankan tugas mencapai sasaran.
Kegiatan belajar peserta didik ini erat kaitannya dengan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik. Terjadinya kegiatan belajar-mengajar ini apabila peserta didik merespon terhadap stimuli yang diberikan oleh pendidik. Persoalannya adalah bagaimana membangkitkan peserta didik agar mau belajar ?.
Terdapat beberapa hal yang dapat diusahakan untuk membangkitkan motif belajar pada peserta didik, yaitu :
1.pemilihan bahan pengajaran yang berarti bagi peserta didik;
2.menciptakan kegiatan belajar yang dapat membangkitkan dorongan untuk menemukan (discovery);
3.menterjemahkan apa yang diajarkan dalam bentuk pikiran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.Dengan perkataan lain, sesuatu bahan pengajaran yang berarti bagi peserta didik yang disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir peserta didik dan disampaikan dalam bentuk peserta didik lebih aktif dimana mereka banyak terlibat dalam proses belajar, dapat membangkitkan motif belajar yang lebih berjangka panjang;
4.pemilihan alat penilaian yang berarti bagi peserta didik.
Paparan di atas, menggambarkan bahwa belajar merupakan aktivitas yang kompleks. Dengan demikian merancang program belajar merupakan suatu tantangan profesional bagi pendidik, apalagi untuk mengembangkan suatu “komunitas” peserta didik menjadi manusia pembelajar yang bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik, melatih, memberikan contoh, membangun keteladanan bahkan mungkin memandu peserta didik. Untuk itu diperlukan suatu proses pembelajaran yang sistematis melalui tahapan perancangan pembelajaran yang terdiri dari tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Mengembangkan “komunitas pembelajar” melalui asesmen alternative dapat dilakukan melalui langkah-langkah aktivitas pembelajaran sebagai berikut :
Langkah pertama : Merancang pembelajaran
a.Analisis Kurikulum, sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
b.Mengidentifikasi pengetahuan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar dan/atau setelah mengerjakan atau menyelesaikan tugas (taks) asesmen kinerja. Identifikasi pengetahuan dan keterampilan tersebut meliputi:
1).Jenis pengetahuan dan keterampilan yang dapat dilatih dan dicapai oleh mahasiswa
2).Pengetahuan dan keterampilan bernilai tinggi untuk dipelajari
3).Penerapan pengetahuan dan keterampilan tersebut memang terdapat dalam kehidupan nyata di masyarakat
a).Merancang model pembelajaran seperti: perspektif global dengan orientasi masalah yang kontroversial, pemetaan konsep atau pengembangan keterampilan sosial, media pembelajaran dan tugas-tugas untuk asesmen kinerja yang memungkinkan peserta didik menunjukkan kemampuan berpikir dan keterampilan sesuai tingkat perkembangan peserta didik. Dengan demikian model pembelajaran yang digunakan serta tugas-tugas yang diberikan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar.
b).Menetapkan kriteria keberhasilan (rubrik) yang akan dijadikan tolak ukur untuk menyatakan bahwa seorang peserta didik telah mencapai tingkat mastery pengetahuan atau keterampilan yang diharapkan. Kriteria tersebut sebaiknya cukup rinci, sehingga setiap aspek kinerja yang diharapkan dicapai oleh peserta didik mempunyai kriteria tersendiri.
c).Melakukan uji coba dengan membandingkan kinerja atau hasil kerja peserta didik dengan rubrik yang telah dikembangkan. Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja atau hasil kerja peserta didik dari uji coba tersebut kemudian dilakukan revisi, terhadap deskripsi kinerja maupun konsep dan keterampilan yang akan diases (dinilai).
Langkah kedua: Melaksanakan pembelajaran
a).Dikembangkan dalam bentuk pendidik menjelaskan (ekspositori), menggunakan orientasi masalah yang kontroversial, pengembangan keterampilan sosial, diskusi, penggunaan berbagai media pembelajaran seperti: peta konsep, kartun, bagan, film, novel dan lain sebagainya, peserta didik melakukan eksperimen, menyusun media pembelajaran, melakukan observasi dan wawancara atau menyelesaikan suatu proyek dengan jangka waktu tertentu, mendemontrasikan, bermain peran, sosio drama dan lain sebagainya. Dalam aspek ini yang perlu diperhatikan adalah memelihara perhatian peserta didik dan menyusun organisasi materi dan tugas secara eksplisit, sehingga mereka tetap memiliki perhatian langsung pada proses pembelajaran. Selain itu pelaksanaan proses pembelajaran harus memiliki hubungan logis antar materi dan tugas yang dilaksanakan sehingga peserta didik dapat melihat keterhubungan antara gagasan satu sama lainnya.
b.Pendidik mendorong dan memotivasi peserta didik
c.Pendidik melakukan pertemuan secara rutin dengan peserta didik guna mendiskusikan proses pembelajaran yang akan menghasilkan suatu kinerja peserta didik, sehingga setiap langkah peserta didik dapat memperbaiki kelemahan yang mungkin terjadi
d.Memberikan umpan balik secara bersinambungan kepada peserta didik Mempresentasikan dan “memamerkan” keseluruhan hasil karya yang disimpan dalam portofolio bersama-sama dengan karya keseluruhan peserta didik sehingga memotivasi peserta didik untuk mengerjakan tugas dengan baik dan serius
Langkah ketiga: Mengevaluasi pembelajaran
a.Penilaian suatu tugas (taks) dimulai dengan menegakkan kriteria penilaian yang dilakukan bersama-sama antara pendidik dan peserta didik atau dengan partisipasi peserta didik
b.Kriteria yang disepakati itu diterapkan secara konsisten, baik oleh pendidik maupun peserta didik. Bila ada persepsi yang berbeda maka hal itu dibicarakan pada waktu pertemuan secara berkala antara pendidik dengan peserta didik
c.Arti penting dari tahap asesmen alternatif ini adalah self assessment yang dilakukan oleh peserta didik sehingga peserta didik menghayati dengan baik kekuatan dan kelemahannya
d.Hasil penilaian alternatif ini dijadikan tujuan baru bagi proses pembelajaran berikutnya
E.Manfaat Komunitas Pembelajar
Manfaat dari sebuah komunitas pembelajaran antara lain :
1.Memberikan kesempatan kepada guru untuk meningkatkan pengajaran mereka
2.Mendorong siswa, guru dan orang tua untuk bekerja sama
3.Meningkatkan kualitas dan kedalaman berpikir
4.Membangun keterampilan untuk mengelola perubahan
5.Menghubungkan sekolah dengan lingkungan yang lebih luas
6.Menciptakan kaitan dan integrasi mata pelajaran di dalam kurikulum
7.Menggunakan hasil assesmen yang menunjukkan bahwa siswa mengetui dan dapat melakukannya
8.Terus menerus memeriksa apakah perkataan sesuai dengan perbuatan
9.Menekankan pentingnya tempat untuk belajar
10.Melaksanakan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan individu dan system
11.Mendorong peningkatkan melalui program pengembangan
12.Memeriksa kembali pandangan tentang pelaksanaan belajar-mengajar
F.Ayat Al-Qur’an yang Berhubungan dengan Komunitas Pembelajar
Dalam wujud nyata, Rasulullah telah menerapkannya dan berhasil membina dan membentuk manusia yang tangguh dan berkepribadian tinggi. Untuk itulah memang Rasulullah diutus. QS. Al-Jumu`ah :2
Terjemah: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka,yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Ayat di atas menjelaskan tugas utama Rasulullah yaitu, 1) menyampaikan/ membacakan petunjuk-petunjuk Al Qur’an (yatlû `alayhim âyâtihi) ; 2) menyucikan (hati) (yuzakkîhim), dan 3)mengajarkan manusia (yu`alimuhul kitâb wal hikmah). Ketiga tugas tersebut dapat diidentikkan dengan pendidikan dan pengajaran. Menyucikan identik dengan mendidik, sedang mengajarkan dan menyampaikan materi yang berupa petunjuk Al Qur’an tidak lain adalah membekali peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan, baik yang terkait dengan alam nyata maupun metafisika. Karena itu dalam salah satu ungkapan yang sangat populer, Rasulullah tidak segan-segan menyatakan dirinya diutus sebagai “guru” (bu`itstu mu`alliman).
Sejarah membuktikan, Rasulullah adalah seorang guru/ pendidik yang tangguh. Dari tangannya lahir sebuah generasi dengan kehidupan yang sangat berbeda antara sebelum dan sesudah dididik oleh beliau. Dari sebuah bangsa yang ummiyyîn (buta huruf), hidup di sebuah padang pasir yang kering dan tandus, beliau melahirkan sebuah komunitas yang berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah kemanusiaan dengan peradaban yang gemilang. Generasi yang dilahirkannya (para sahabat) mendapat apresiasi Tuhan seperti dinyatakan dalam firman-Nya :
"Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung" (QS. Al-Taubah [9] : 100)
Setiap sosok para sahabat menjadi bukti keagungan kepribadian Rasulullah seabagai seorang pendidik. Tidak berlebihan jika Imam al-Qarafi pernah berujar : seandainya Rasulullah tidak memiliki mukjizat (bukti kebenaran risalahnya) selain para sahabatnya, maka mereka itu cukup menjadi bukti kebenaran akan kenabiannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.Komunitas pembelajar adalah kumpulan orang-orang yang menjadikan belajar sebagai bagian dari kehidupadan kebutuhan hidupnya.
2.Ciri-ciri utama komunitas pembelajar yaitu adanya dukungan pembelajaran, guru, orang tua, pemimpin dan budaya kerjasama.
3.Untuk “membangun komunitas pembelajar” di lingkungan persekolahan, tugas pendidik bukan hanya mendidik dan mengajar tetapi juga mengajarkan materi yang menuntut keterampilan praktis bekal hidup dalam menghadapi kehidupan dunia nyata. Salah satu caranya melalui asesmen alternatif, yakni suatu penilaian yang dapat memberikan informasi lebih banyak tentang kemampuan peserta didik dalam proses maupun produk, bukan sekedar memperoleh informasi tentang jawaban benar atau salah saja.
4.Mengembangkan “komunitas pembelajar” melalui asesmen alternative dapat dilakukan melalui langkah-langkah aktivitas pembelajaran seperti merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawi Zainul. 2001.Alternative Assesment . Jakarta: Depdiknas. (Online).
McRel. (1998). Dimensions of Learning. (Online). Available at
http://www.mcrel.org/products/dimensions/what.how.asp.
http://www.mcrel.org/products/dimensions/what.how.asp.
Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial Bandung: P.T Refika Aditama, 2005.
Suyanto.2006. Dinamika Pendidikan Nasional: Dalam Percaturan Dunia Global, Jakarta: PSAP Muhammadiyah.
http://www.komunitaspembelajaran(LearningCommunity)_fasilisator.com (diakses tanggal 29/11/2014)
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196601131990012YANI_KUSMARNI/Makalah_Spa...(diakses)tanggal 29/11/2014
http://www.membangun_generasi_qur’ani_melalui_sistem_pendidikan_terpadu « INSISTS.htm (diakses tanggal 09/12/2014)
No comments:
Post a Comment