My Menus

May 3, 2015

Hak dan Kewajiban Warga dan Tanggung Jawab Negara

MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
"HAK DAN KEWAJIBAN WARGA DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA"


DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt., karena atas berkah, rahmat, nikmat-Nyalah yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Salam dan shalawat semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, karena Beliaulah yang mengantarkan manusia dari zaman kebodohan menuju zaman kepandaian.

Kami ucapkan kepada dosen pembimbing yaitu pak DR. H. HUSEN SARUJIN, SH.MM.N,Si  karena dengan bapak memberikan kami tugas seperti ini sehingga pengetahuan kami makin bertambah. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalm menyelesaikan makalah kami sehingga makalah kami selesai tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami membutuhkan saran dan kritikan yang bersifat membangun.

Demikianlah  makalah ini kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Alauddin, 18 Oktober 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada tanggal 10 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.Momen tersebut diperingati oleh setiap ummat manusia diseluruh dunia dengan harapan semoga penegakan HAM di tahun mendatang lebih baik dari tahun sebelumnya, karena masih banyak kasus pelanggaran HAM secara nasional maupun internasional, baik ringan maupun berat belum tertangani secara maksimal. 

Dengan demikian bahwa pengertian hak asasi manusia (HAM) itu sendiri adalah hak dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu hak asasi manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja, untuk siapa saja, dan tidak dapat diambil siapapun.

Hak-hak tersebut dibutuhkan individu melindungi diri dan martabat kemanusiaan, juga sebagai landasan moral dlam bergaul dengan sesama manusia. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat sesuka hatinya maupun seenak-enaknya. Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.

Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.

Hak-hak asasi manusia adalah menjadi hak-hak konstitusional karena statusnya yang lebih tinggi dalam hirarki norma hukum biasa, utamanya ditempatkan dalam suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Artinya memperbincangkan kerangka normatif dan konsepsi hak-hak konstitusional sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan bicara hak asasi manusia.

B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud dengan Bangsa dan Negara?
2.Apa yang dimaksud dengan Konsep Dasar Penduduk dan Warga Negara?
3.Apa saja yang termasuk Azas dan Sistem Kewarganegaraan?
4.Bagaimana Sejaranh Kewarganegaraan di Indonesia?
5.Apa saja Problem Status Kewarganegaraan?
6.Apa hak dan kewajiban Warga Negara?
7.Apa Tugas dan tanggung Jawab Negara?

C.Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Mengetahui pengertian Bangsa dan Negara
2.Mengetahui Konsep dasar Penduduk dan Warga Negara
3.Mengetahui Azas dan Sistem kewarganegaraan
4.Mengetahui Sejarah Kewarganegaraan di Indonesia
5.Mengetahui Problem Status kewarganegaraan
6.Mengetahui hak dan Kewajiban Warga Negara
7.Mengetahui Tugas dan Tanggung jawab Negara

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Bangsa dan Negara
Bangsa adalah sekelompok orang yang memiliki kehendak untuk bersatu yang memiliki persatuan senasib dan tinggal di wilayah tertentu, beberapa budaya yang sama, mitos leluhur bersama. Pengertian bangsa menurut para ahli :
1.Ernest Renant, bangsa adalah suatu nyawa, suatu akal yang terjadi dari dua hal yaitu rakyat yang harus menjalankan satu riwayat, dan rakyat yang kemudian harus memilikim kemauan, keinginan untuk hidup menjadi satu.
2.Otto Bauer, bangsa adalah kelompok manusia yang memiliki kesamaan karakter  yang tumbuh karena kesamaan nasib.

Secara etimologi kata Negara berasal dari kata state (Inggris), Staat (Belanda, Jerman), E`tat (Prancis), Status, Statum (Latin) yang berarti meletakkan dalam keadaan berdiri, menempatkan, atau membuat berdiri.  

Kata Negara yang dipakai di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yanitu Negara atau nagari yang artinya wilayah, kota, atau penguasa.
1.Menurut George Jellinek, Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok  manusia yang mendiami wilayah tertentu.
2.Menurut R. Djokosoentono, Negara adalah organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

B.Konsep dasar Penduduk dan Warga Negaraan
Di dalam pasal 26 UUD tahun 1945 terdiri dari 3 ayat, yaitu antara lain:
1.Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara,
2.Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 
3.Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.

Warga negara ialah mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dari suatu negara. Sedangkan bukan warga negara disebut orang asing atau warga negara asing (WNA).

Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan. Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.

Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.

Penduduk ialah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili tetap di dalam wilayah negara. Sedangkan bukan penduduk ialah mereka yang ada di dalam wilayah negara, tetapi tidak bermaksud bertempat tinggal di negara itu. 

Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
a.Orang yang tinggal di daerah tersebut
b.Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain

Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
Jadi pengertian penduduk adalah suatu negara atau daerah yang terdapat sekumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.

C.Azas dan Sistem Kewarganegaraan
Asas kewarganegaraan yaitu berfikir untuk menentukan masuk dan tidaknya seseorang menjadi anggota/warga dari suatu negara. Adapaun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:
1.Asas Ius Soli (Low of The Soli) adalah  asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.
2.Asas Ius Sanguinis ( Law of The Blood) adalah penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan/pertalian darah. Artinya penentuan kewarganegaraan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
3.Asas Kewarganegaraan Tunggal  adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. 
4.Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas adalah asas  menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai gengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Selain asas tersebut di atas, beberapa asas juga menjadi dasar penyusunan UndanUndang tentang Kewarganegaraan RI
1.Asas kepentingan nasional asalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamanakn kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatan sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita. 
2.Asas perlindungan maksimum adalah asas ysng menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga Negara RI dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.
3.Asas persamaan si dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap warga Negara RI mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
4.Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi jiga substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5.Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakanperlakuan dalam segala hal awal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
6.Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang sama dalam segala hal awal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi dan memuliakan hak asasi manusia.
7.Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan Kewarganegaraan RI diumumkan dalam Berita Negara RI agar masyarakat mengetahuinya.

Adapun sistem kewarganegaraan ialah sebagai berikut ;
1.Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Penentuan kewarganegaraan dalam  sistem perkawinan, dikenal dengan dua  asas, yaitu  asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.  Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suamiistri, maka semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. 

Dalam asas  persamaan derajat,  suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. 

2.Sistem kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi
Naturalisasi adalah suatu cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan suatu negara. Sedangakan jika dipandang dari segi hukum naturalisasi adalah suatu perbuatan hukum (rechtsthandeling) yang menyebabkan seseorang memperoleh kewarganegaraan.

Dalam praktek, Naturalisasi  dapat terjadi karena dua hal yaitu : pertama karena permohonan, kedua karena pemberian secara istimewa.
a.Naturalisasi permohonan (biasa)
Naturalisasi melalui permohonan adalah naturalisasi biasa yaitu permohonan kewarganegaran Indonesia oleh orang asing yang dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur permohonan tersebut diatu didalam peraturan perundang-undangan yang sah.
b.Naturalisasi Istimewa 
Naturaisasi istimewa adalah pemberian kewarganegaraan Indonesia yang diberikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan alasan kepentingan negara tau yang bersangkutan telah berjasa terhadap negara.

D.Sejarah Kewarganegaraan di Indonesia
1.Zaman Nasional
Regerings Reglement tahun 1854 membagi penduduk Hindia Belanda menjadi 3 golongan yaitu Europeanen, Inlanders dan Vreemde Oosterlingen (Timur Jauh termasuk Arab, India, Tionghoa dll kecuali Jepang).

Pemerintah Belanda tetap memberlakukan sistem pemisahan penduduk berdasarkan kategori rasial saat Indische Staatsinrichting menggantikan Regerings Reglement. Pasal 163 I.S. mengkategorisasi penduduk menjadi golongan Nederlanders/Europeanen (termasuk Jepang), Inheemsen (pengganti istilah Inlander), Uitheemsen (Vreemde oosterlingen atau Timur Asing). Menurut Mr. Schrieke pembagian itu berdasarkan perbedaan "nationalieit", bukan berdasarkan `ras criterium'. Tetapi pada kenyataannya, kriteria `ras' tetap digunakan. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan ganjil dengan mengeluarkan undang-undang Wet op de Nederlanderschap di tahun 1892.

Keganjilan itu adalah bahwa mereka yang berada di Nederland Indie (Indonesia) termasuk yang dinamakan `inlanders' dan yang disamakan dengan `inlanders' tidak diberi status "nederlanders". Sedangkan keturunan Tionghoa, Arab dan India yang dilahirkan di Suriname dengan undang-undang tersebut memperoleh status Nederlander. Orang Jepang yang dilahirkan di Nederland Indie mendapat status Nederlander.

Kebijakan politik Belanda ini mempersamakan seluruh golongan Asia (kecuali Jepang), termasuk golongan Tionghoa dan keturunannya, sebagai golongan "inlander" (pribumi). Sehingga posisi, hak dan kewajiban seluruh golongan Asia di Hindia Belanda menjadi setara. Secara tidak sengaja, kebijakan politik ini juga memperlancar proses "pribumisasi".

Kondisi politik akibat kebangkitan nasionalisme Asia yang dipelopori oleh Dr. Sun Yat Sen memaksa Belanda mengeluarkan Wet op de Nederlandsch Onderdaanschap (Undang-Undang Kawula Belanda) pada tanggal 10 Februari 1910 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah orang Tionghoa yang berada di bawah jurisdiksi perwakilan pemerintah Tiongkok. Sehingga intervensi Tiongkok dapat dikurangi.

Karena itu Belanda menerapkan ius soli dan stelsel pasif dengan tidak memberi hak repudiatie (hak menolak kewarga-negaraan). Dengan demikian, orang Tionghoa yang dilahirkan di Hindia Belanda semerta- merta berstatus dwi-kewarganegaraan karena di saat yang sama Dinasti Qing mengadobsi ius sanguinis sebagai asas kewarganegaraan yang diumumkan pada tahun 1909.

Menurut P.H Fromberg Sr, golongan Tionghoa tidak antusias menyambut Undang-Undang Kekawulaan Belanda. Kewajiban `Indie Weerbaar' (pertahanan Hindia Belanda) yang mewajibkan seluruh kawula Belanda menjadi milisi untuk mempertahankan kepentingan kolonial menambah kuat resistensi golongan Tionghoa. Tjoe Bou San berpendapat bahwa "indie Weerbaar bukan satu kepentingan umum. Itu melainkan adalah satu kepentingan dari kapital Belanda. Orang Tionghoa tidak punya kepentingan di situ. Orang Bumiputera tidak. Orang Indo-Belanda tidak".

Di tahun 1918, Tjoe Bou San melancarkan kampanye menolak Undang-Undang Wet op de Nederlaandsch Onderdaanschap. Menurut berita Sin Po, kampanye ini berhasil menghimpun sekitar 30.000 tanda tangan. Hauw Tek Kong, mantan direktur Sin Po, ditugaskan membawa petisi itu ke Tiongkok dan meminta pemerintah Tiongkok untuk mendesak Belanda agar memberikan hak repudiasi kepada peranakan Tionghoa. Akan tetapi, pemerintah Republik Tiongkok tetap berpegang pada kesepakatan "Perjanjian Konsuler 1911" yang mengakui hak jurisdiksi pemerintah Belanda terhadap peranakan Tionghoa di wilayah teritorial Belanda.

Pengakuan terhadap juridiksi Belanda oleh Republik Tiongkok yang meneruskan asas ius sanguinis mengakibatkan golongan Tionghoa yang lahir di Tiongkok sekalipun telah menetap di Hindia Belanda tetap berstatus warga-negara Tiongkok. Sedangkan keturunan Tionghoa yang dilahirkan di Hindia Belanda memiliki kewarga-negaraan rangkap i.e. kawula Belanda dan warganegara Tiongkok.

Pembagian kekawulaan Belanda berdasarkan penggolongan ras tidak memuaskan banyak pihak. Karena dinilai tidak memupuk rasa bersatu sebagai sesama putera satu negara. Hingga di tahun 1936 munculpetitie Roep, tokoh PEB, bersama dengan Yo Heng Kam dan Prawoto yang menuntut sebuah Undang-Undang Kewarganegaraan di Indonesia dengan menghapus pembagian penduduk berdasarkan `ras'. Kelemahan petisi Roep ini adalah penggunaan kategori perbedaan strata sosial dan intelektual sebagai pengganti kategori rasial.

Gagasan sistem 1 jenis kewarga-negaraan tanpa diskriminasi kembali muncul dalam Volksraad dengan diajukannya petisi Soetardjo. Isi petisi Soetardjo antara lain menyatakan bahwa syarat untuk diakui sebagai warga-negara dapat ditentukan a.l: lahir di Indonesia, asal keturunan, orientasi hidup kemudian hari. Jadi semua orang Indonesia dan semua golongan Indo, yang dilahirkan di Indonesia dan orang asing, yang bersedia mengakui negeri ini sebagai tanah-airnya, bersedia memikul segala konsekuensi dari pengakuan ini, dinyatakan
sebagai warga-negara.

2.Pasca Kemerdekaan
Pasca kemerdekaan, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) bersama dengan Kabinet Syahrir I menghasilkan Undang-Undang Kewarga-negaraan dan penduduk RI. Perdebatan rumusan kewarga-negaran pada saat itu berkisar seputar pengadobsian stelsel pasif atau aktif, jaminan pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri dan usia dewasa 21 tahun.

Pada tanggal 10 April 1946, UU No.3/1946 dengan berdasarkan asas ius soli dan stelsel pasif ditanda-tangani oleh Presiden Soekarno dan Menteri Kehakiman Soewandi. Dengan demikian semua orang yang dilahirkan di Indonesia dinyatakan sebagai warga-negara pada saat berlakunya UU Kewarga-negaraan dengan hak repudiasi.

Dikeluarkannya UU No.3/1946 ini disambut positif oleh Angkatan Muda Tionghoa (AMT) di Malang. AMT mengambil inisiatif melakukan kampanye dan sosialisasi UU Kewarganegaraan kepada publik Jawa Timur. Mr. Tan Po Goan, yang kebetulan sedang berada di Malang, ikut memberi penjelasan-penjelasan mengenai UU No.3/1946.

Di tahun 1953, komunitas Tionghoa dikejutkan dengan keluarnya sebuah draft Rancangan Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia baru. RUU Kewarganegaraan baru ini menyatakan :
1.Opsi Kewarganegaraan Indonesia yang berakhir tanggal 27 Desember 1951  menyatakan batal. Golongan Peranakan diwajibkan memilih kembali status kewarganegaraannya.
2.Syarat menjadi warga-negara Indonesia diperberat. Tidak cukup lagi dengan telah lahir di teritorial Indonesia. Ayahnya pun harus dilahirkan di Indonesia.
3.Diberlakukannya stelsel aktif. Artinya, seorang peranakan yang hendak memilih kewarganegaraan Indonesia harus datang ke pengadilan negeri dengan membawa bukti-bukti Surat Keterangan lahir ayah dan dirinya.

Pada saat RUU Kewarganegaraan baru ini muncul, terdapat dua orang Menteri Negara keturunan Tionghoa i.e. Dr. Ong Eng Die dan Dr. Lie Kiat Teng. Butir pasal pembatalan kewarganegaraan RUU Kewarganegaraan baru itu akan membatalkan status kewarganegaraan kedua orang Menteri Negara keturunan Tionghoa tersebut. Sehingga, apabila RUU Kewarganegaraan baru ini berhasil disahkan menjadi UU maka akan terdapat dua orang Menteri Negara dengan status orang asing.

Atas prakarsa Partai Demokrat Tionghoa Indonesia, dibentuklah panitia kerja untuk membahas draft RUU Kewarganegaraan baru tersebut. Siauw Giok Tjhan terpilih sebagai ketua panitia kerja. Dengan dukungan menteri-menteri dari fraksi Nasional Progresif pimpinan Siauw Giok Tjhan, persoalan RUU Kewarganegaraan baru tersebut dibawa ke sidang kabinet. Aksi penolakan dan tekanan berhasil membatalkan RUU Kewarganegaraan baru tersebut. Kabinet menyatakan bahwa naskah semacam itu tidak pernah disahkan oleh sidang kabinet.

3.Perjanjian Penyelasaian Dwi Kewarganegaraan
Penyelesaian masalah dwi-kewarganegaraan ditandatangani sesaat setelah berakhirnya Konferensi Asia-Afrik tahun 1955. Sejak tahun 1954, RRT mulai mengubah kebijakan kewarganegaraan sekalipun tetap menganut asas ius sanguinis sebagai asas primer. PM. Zhou En Lai dalam Konferensi A-A menjelaskan bahwa RRT berhasrat menyelesaikan masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa dengan negara-negara yang memiliki hubungan baik atau hubungan diplomatik dengan RRT. Dengan adanya komunike atau perjanjian penyelesaian dwi-kewarganegaraan maka etnis Tionghoa yang secara sukarela mengambil kewarganegaraan setempat akan kehilangan kewarganegaraan Tiongkok.

Perjanjian Penyelesaian Dwi-kewarganegaraan antara RI-RRT dilakukan kedua belah pihak sebagai simbolisasi keinginan mempererat hubungan persahabatan antara Rakyat Indonesia dan Rakyat Tiongkok. Masalah dwi-kewarganegaran diakui sebagai warisan zaman lampau yang perlu diselesaikan dengan semangat persahabatan dan sesuai dengan kepentingan rakyat kedua negara. Komunike bersama ini juga diharapkan dapat melenyapkan kemungkinan siasat adu-domba negara imperialis yang dapat merugikan hubungan persahabatan Ri-RRT.

Isi perjanjian awal penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan menentukan bahwa pemilihan kewarganegaraan dilakukan berdasarkan stelsel aktif. Pernyataan kewarganegaraan dilakukan di hadapan pengadilan negeri Indonesia dengan menyertakan surat bukti kewarganegaraan RI dan surat bukti kelahiran di Indonesia.

Baperki mengajukan keberatan atas butir kesepakatan ini. Baperki menguatirkan dampak dari butir kesepakatan ini akan menyebabkan bertambahnya orang asing di Indonesia. Baperki bersikeras bahwa semua keturunan Tionghoa yang telah menjadi warga negara Indonesia berdasarkan UU No.4/1946 dan persetujuan KMB tetap dinyatakan sebagai WNI. Sehingga kewajiban memilih hanya berlaku kepada anak-anak orang Tionghoa asing yang telah berusia 18 tahun.

Keberatan Baperki ini diterima oleh PM. Ali Sastroamidjojo dan PM Zhou En Lai. Perubahan dilakukan dengan tukar-menukar nota kesepakatan oleh kedua belah pihak pada tanggal 3 Juni 1955 di Peking.

Perubahan tersebut menyatakan: "…diantara mereka yang serempak  erkewarganegaraan RI dan RRT terdapat satu golongan, yang dapat dianggap mempunyai hanya satu kewarganegaraan dan tidak mempunyai dwikewarganegaraan karena, menurut pendapat Pemerintah Repulik Indonesia, kedudukan sosial dan politik mereka membuktikan bahwa mereka dengan sendirinya (secara implisit) telah melepaskan kewarganegaraan RRT. Orang-orang yang termasuk golongan tersebut di atas,…, tidak diwajibkan untuk memilih kewarganegaraan menurut ketentuan-ketentuan Perjanjian Dwikewarganegaraan."

Dengan demikian, sekalipun tidak maksimal, stelsel aktif tidak berlaku sepenuhnya. Sehingga mereka yang berstatus sosial sebagai pegawai negari, pejabat negara RI, militer dan mereka yang bermata-pencaharian sama dengan rakyat setempat seperti petani, nelayan, tukang becak dan penjual sayur serta mereka yang ikut pemilu tahun 1955 dinyatakan sebagai WNI tanpa perlu memilih kewarganegaraan.

Perubahan ini tidak segera diratifikasi. Sekalipun menurut Duta Besar RI, Arnold Mononutu, perundingan dalam rangka mencapai kesepakatan exchange of notes berlangsung lama sekali dan baru dicapai kesepakatan di saat terakhir karena kedua belah pihak hendak membuktikan adanya goodwill, terutama untuk membuktikan kehendak bersetia-kawan dengan saling bertoleransi. Perjanjian penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan baru diratifikasi menjadi UU No.2 ditahun 1958.

E.Problem Status Kewarganegaraan
Dalam kewarganegaraan ada 3 (tiga ) status, yaitu:
1. Apartide 
Apatride yakni kasus dimana seorang anak tidak memiliki kewarganegaraan. Keadaan ini terjadi karena seorang Ibu yang berasal dari negara yang menganut asas ius soli melahirkan seorang anak di negara yang menganut asas ius sanguinis. Sehingga tidak ada negara baik itu negara asal Ibunya ataupun negara kelahirannya yang mengakui kewarganegaraan anak tersebut.

2.Bipatride
Bipatride yakni Istilah yang digunakan untuk orang-orang yang memiliki statuskewarganegaraan rangkap atau dengan istilah lain yang dikenal dwi-kewarganegaraan. Hal ini terjadi karena seorang Ibu berasal dari negara yang menganut asas ius sanguinis melahirkan seorang anak di negara yang menganut asas ius soli. Sehingga kedua negara (negara asal dan negara tempat kelahiran) sama-sama memberikan status kewarganegaraannya.

3.Multipatride
Multipatride adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan status kewarganegaraan seseorang yang memiliki lebih dari dua status kewarganegaraan.

Dalam UU RI No. 12 Tahun 2006, memang tidak dibenarkan seseorang memiliki 2 kewarganegaraan atau tidak memiliki kewarganegaraan. Tapi untuk anak-anak ada pengecualian. Dengan catatan setelah anak tersebut berusia 18 tahun, dia harus memilih status kewarganegaraannya. Status kewarganegaraan tersebut dapat diperoleh dengan cara “Naturalisasi“, yakni dapat berupa pengajuan atau penolakan kewarganegaraan(disertai penerimaan status kewarganegaraan yang lain) tentunya dengan memenuhi persyaratan dari negara yang diajukan.

F.Hak dan Kewajiban Warga negara
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya..

Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.

Adapun hak warga negara ialah :
1.Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
2.Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
3.Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
4.Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang” 
5.Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
6.Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
7.Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
8.Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
9.Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. 
(pasal 28I ayat 1).

Adapun kewajiban warga negara ialah :
1.Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2.Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan  : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
3.Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan : Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
4.Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
5.Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”

G.Tugas dan Tanggung Jawab Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Negara memiliki kekuasaan yang kuat terhadap rakyatnya. Kekuasaan, dalam arti kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain, dalam ilmu politik biasanya dianggap bahwa memiliki tujuan demi kepentingan seluruh warganya. 

Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang berperan sebagai penyelenggara. Negara adalah semata-mata demi kesejahteraan warganya, negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab men¬capai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi sosial (kebijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi).
Adapun Tugas dan tanggungung jawab negara:
1.Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
2.Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan
3.Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
4.Negara menghormati dan memelihara bahasa nasional dan bahasa daerah
5.Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam 
6.Negara menguasai hajat hidup orang banyak
7.Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak terlantar 
8.Negara menjamin atas fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
1.Bangsa adalah sekelompok orang yang memiliki kehendak untuk bersatu yang memiliki persatuan senasib dan tinggal di wilayah tertentu, beberapa budaya yang sama, mitos leluhur bersama. Secara etimologi kata Negara berasal dari kata state (Inggris), Staat (Belanda, Jerman), E`tat (Prancis), Status, Statum (Latin) yang berarti meletakkan dalam keadaan berdiri, menempatkan, atau membuat berdiri.  
2.Warga negara ialah mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dari suatu negara. Sedangkan bukan warga negara disebut orang asing atau warga negara asing (WNA). Penduduk adalah suatu negara atau daerah yang terdapat sekumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
3.Asas kewarganegaraan terdiri dari : Asas Ius Soli (Low of The Soli), Asas Ius Sanguinis ( Law of The Blood, Asas Kewarganegaraan Tunggal, Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas, Asas kepentingan nasional, Asas perlindungan maksimum, Asas persamaan si dalam hukum dan pemerintahan, Asas kebenaran substantif, Asas nondiskriminatif, Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, Asas publisitas. Sistem kewarganegaraan terdiri dari : Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan, Sistem kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi.
4.Sejarah kewarganegaraan di Indonesia dibagi menjadi 3 periode yaitu zaman kolonial, pasca kemerdekaan, perjanjian penyelesaian dwi kewarganegaraan.
5.Dalam kewarganegaraan ada 3 (tiga ) status, yaitu:  Apartide, Bipatride, Multipatride

6.Hak dan kewajiban warga negara ialah : Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role), Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
7.Tugas dan tanggung jawab negara terdiri dari : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk, Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan, Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, Negara menghormati dan memelihara bahasa nasional dan bahasa daerah, Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam, Negara menguasai hajat hidup orang banyak, Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak terlantar, Negara menjamin atas fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya.

B.Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan kita mengenai hak dan kewajiban warga dan tanggung jawab negara.

DAFTAR PUSTAKA
http://chairuddinnursiati.blogspot.com/2012/03/tugas-dan-tanggung-jawab-negara.html
http://daniiskandarmanajemen.blogspot.com/2011/03/pengertian-warga-negara-dan-penduduk.html
http://normi-ppkn.blogspot.com/2010/06/sejarah-panjang-kewarga-negaraan-sejak.html
http://retnopujiastuti3.blogspot.com/2013/04/pengertian-bangsa-dan-negara-serta.html
http://sigitsprytn.blogspot.com/2013/04/kewarganegaraan-negara-indonesia.html
http://upiprakoso.blogspot.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://zahro1504.blogspot.com/2011/04/asas-kewarganegaraan.html

No comments:

Post a Comment