DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
SAMSUL BAHRI
20700113033
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, marilah kita panjatkan puji syukur atas ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala dimana kita masih diberikan nikmat kesehatan, kesempatan serta hidayah dan taufik, suatu nikmat yg begitu banyak dan besar sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sahabat serta keluarganya sebab jasa beliaulah yang membawa umat manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT. Makalah ini dapat selesai karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sangat mengucapkan terima kasih karena telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah “Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh” ini masih banyak terdapat kekurangan dari segala aspek olehnya itu, kami sangat membutuhkan masukan dan arahan agar sekiranya kami dapat membenahinya dalam penulisan selanjutnya, dan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah memberikan sumbangsi pemikirannya, semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberkahi kita semua, amiin.
Demikianlah makalah ini kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin!
Samata-Gowa, 10 Maret 2014
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu Fiqh dan Ushul FiqhPEMBAHASAN
1.Ilmu Fiqh
Menurut bahasa,”fiqh” berasal dari kata “faqiha yafqahu-fiqhan” yang berarti mengetahui atau paham. Al-Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti (al-‘ilm bisya’i ma’a al-fahm). Ilmu fiqh merupakan ilmu yang mempelajari ajaran islam yang disebut dengan syariat yang bersifat amaliah (praktis) yang di peroleh dari dalil-dalil yang sistematis. Menurut pengertian fuqaha (ahli hukum islam), fiqh merupakan pengertian zhanni (sangkaan=dugaan) tentang hukum syariat yang berhubungan dengan tingkah laku manusia.
Perbedaan yang terjadi di kalangan fuqoha berupakan bagian dari kajian ilmu fiqh dan ushul fiqh, jika terjadi pertentangan dapt di lakukan solusi sebagai berikut:
1.Thariqah al-jam’i, yaitu mengkompromikan kedua pendapat yang bertentangan sehingga keduanya dapat dilaksanakan, yang dalam bahasa ilmiah disebut dengan sintesis.
2.Nasikh-mansukh, yaitu mencarai dalil yang datang lebih dulu dan yang kemudian untuk diketahui apakah dalil yang datang kemudian menghapus kandungan hukum dalil yang pertama.
3.Tarjih, yaitu menetapkan dalil yang terkuat baik dari segi riwayat maupun sanadnya, bahkan dari segi matannya, sebab meskipun riwayat dan sanadnya sahih, jika matannya bertentangan dengan ayat Al-Quran, tentu harus di tinggalkan.
4.Tawaquf, yaitu tidak melakukan pemecahan masalah dengan tiga hal di atas, karena takawuf sebagai alternatif terakhir. Permasalahan yang bertentangan dinyatakan sebagai status quo, menunggu di temukannya keterangan lain atau informasi yang lebih akurat mengenai masalah yang bersangkutan.
Perbedaan yang berkaitan dengan pemahaman ulama atau fuqaha atas ajaran islam tidak akan dapat dihilangkan karena perbedaan adalah hukum alam. Upaya ijtihad untuk memecahkan masalah yang berkaitandengan hukum islam , yang secara substantif terdiri atas hal-hal berikut:
1.Berijtihad untuk mengeluarkan hukum dari zhahir nash, apabila persoalam itu dapat dimasukkan ke dalam lingkungan nash mutlak atau muqayyad, nasikh atau tidak ada yang mansukh, dan sebagainya.
2.Berijtihad dengan mengeluarkan hukum yang tersirat dari jiwa dan semangat nash itu dengan cara memeriksa lebih dulu apakah yang menjadi illat manshushah atau mustanbathah atau biasa di kenal dengan nama Qiyas.
a. Qiyas
b. ijma
c. istishhab
d. istisan
e. mashalih al-mursalah
Ijtihad lahir karena adanya ayat-ayat Al-quran yang maknanya masih memerlukan penafsiran. Para mujtahid adalah manusia biasa yang memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu perbedaan pun tidak dapat dihindarkan. Latar belakang terjadinya perbedaan adalah sebagai berikut:
1.Para fuqaha memiliki potensi intelektual yang berbeda
2.Guru dan latar belakang pendidikan yang beragam
3.Metode dan pendekatan yang berbeda
4.Latar belakang sosial-polotik yang berbeda
5.Sumber rujukan yang berbeda
6.Kepentingan pribadi, kelompok dan situasi kondisi yang berbeda dan
7.Institusi yang menjadi tempat bernaungnya para fuqaha berbeda-beda
2.Ushul Fiqh
Pada dasarnya, istilah ushul fiqih mempunyai dua makna terminologis, yaitu terminology ahli fiqih (at tariff al idafi) dan terminology ajli ushul yaitu (at-tarif al-laqabi). Ta’rif idafi ushul fiqih artinya dalil dalil fikih atau sumber sumber fikih. Adapun at-ta’rif al-laqabi ushul fikih artinya kaidah kaidah yang menjadi sarana istinbat hukum syar’i dari sumber sumbernya yang terperinci.
Istilah ushul fiqih berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu ushul, bentuk jamak dari asl dan al-fiqh. Asl secara etimologis memiliki arti pangkal (asl),sumber (mansya), pokok,induk,sentarl,lawan dari cabang (muqabil al-far), asas, sebab keturunan dan orang tua atau ayahnya.
Sedangkan secara etimologis, kata fiqh digunakan untuk menyebut pemahaman yang mendalam terhadap suatu ilmu, tidak sekedar tahu saja. Karenanya, setiap faqih dapat dipastikan alim, tetapi tidak semua alim adalah faqih . pada umumnya, istilah fiqh digunakan dalam bidang ilmu-ilmu agama, karena disiplin ilmu agama dinilai lebih mulia dan utama dibandingkan disiplin ilmu lainya.
Jumhur ulama ushul fiqh mendefinisikanya sebagai himpunan kaidah(norma-norma)yang berfungsi sebagai alat penggalian syara dari dalil dalilnya.
Pendapat ini dikemukakan oleh syekh Muhammad Al-Khudhary Beik,seorang guru besar universitas Al-Azhar kairo. Adapun Kamaludin Ibnu Humam dari kalangan ulama Hanafiyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai pengetahuan tentang kaidah kaidah yang dapat mencapai kemampuan dalam penggalian fiqh.
Pengertian ushulfiqh di atas memiliki penekanan yang berbeda. Menurut ulama Syafi’iyaah,objek kajian ushul fiqh adalah dalil dalil yang bersifat ijmali(global) bagaimana cara men-instinbath hukum; syarat orang yang menggali hukum, atau syarat syarat seorang mujtahid . Hal itu berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh jumhur ulama,yang menekankan pada operasional ataj fungsi ushul fiqh itu sendiri,yaitu proses penggunaan kaidah kaidah ushul fiqh dalam menggali hukum syara.
Penggalian hukum islam dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan tekstual dan pendekatan konstekstual. Dalam istilah lain dalam dapat dikatakan sebagai pendekatan yang menitik beratkan maksud maksud syariat atau maqasid yang menjadi roh hukum itu sendiri. Rachmat Syafi’I mengatakan bahwa pendekatan esensial atau substantive sering munggunakan kaidah fiqiyah sebagai kerangka teoritis yang mengandung kandungan hukum yang terdapat dalam dalil-dalil kully.
Dalil hukum syara’ yang yang dimaksudkan adalah hujjah syar’iyah yang dapat bersifat riwayah maupun dirayah. Dalam realitasnya,semua praktik keseharian atau amaliyah syar’iyah yang dilaksanakan oleh umat islam wajib didasarkan dalil dalil tertentu. Ibadah kepada Allah, misalnya shalat, pelaksanaanya wajib didasarkan oleh dalil dalil, baik perintah yang menetapkan hukum wajib maupun yang hukumnya sunnat. Demikian pula, dalam ibadah muamalah,tidak semuanya dibolehkan. Hal tersebut karena dari berbagai jenis kemuamalahn, ada dalil dalil yang melarang perbuatan tertentu dengan kedudukan hukum yang jelas, misalnya hukumnya haram.
B.Tujuan Mempelajari Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
a.Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tatacara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadahmaupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup.
b.Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hokum Islam denganbenar dan baik, sebagai perwujudan dan ketaatan dalam menjalankanajaran Agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan AllahSWT, dengan dirinya sendiri, sesama makhluk dan dengan lingkungansekitar
c.Dengan ushul fiqh kita dapat mengetahui cara berdalil yang benar, dimana banyak kaum muslimin sekarang yang berdalil dengan cara yang salah.
d.Ketika pada jaman sekarang timbul perkara- perkara yang tidak ada dalam masa nabi, terkadanga kita bingung, apa hukum melaksanakan demikian dan demikian, namun ketika kita mempelajari ushul fiqh kita akan tahu dan dapat berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan di dalam al- qur’an dan hadits.
e.Dengan ushul fiqh kita akan mengetahui kemudaha, kelapangan dan sisi- sisi keindahan dari agama islam.
C.Objek Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
Obyek pembahasan Ilmu Fiqh ialah perbuatan orang dewasa (Mukallaf) ialah seorang muslim yang telah akil baligh (dewasa) dipandang dari ketetapan hukum syariat Islam. Jadi seorang al-Faqib (ahli hukum Islam), membahas tentang jual-beii mukallaf, tentang sewa-menyewanya, tentang penggadaiannya, tentang membuat wakilnya, tentang shalat dan puasanya, tentang hajinya, pembunuhannya, tuduhannya, pencuriannya, tentang ikrar dan wakafnya, supaya dia mengerti tentang hukum syariat Islam dalam semua tindak dan perbuatannya.
Sedangkan obyek pembahasan ilmu Ushulul Fiqh ialah: dalil syar'i yang umum dipandang dari ketetapan-ketetapan hukum yang umum pula. Jadi seorang ahli ushul (ushuly), membahas tentang al-Qiyas dan kehujjahannya, membahas pula tentang dalil 'Am dan yang membatasinya, tentang 'Amr (perintah) dan hal-hal yang menunjukkan makna amar, dan begitu seterusnya. Untuk menjelaskan soal-soal tersebut, ada contoh-contoh sebagai berikut: Al-Quran adalah dalil syar'i yang pertama bagi setiap hukum. Artinya nash-nash syar'iyah tidak terumuskan dalam satu bentuk saja. Bahkan di antaranya ada yang terumuskan dengan bentuk perintah ('amr), ada pula yang dengan bentuk (shighot) larangan (nahi), dan ada pula yang dengan shighot umum atau mutlak. Maka semua shighot tersebut adalah "macam keumuman" (kulliyah) yang diambil dari macam-macam dalil syar'i yang umum pula ('am), yaitu al-Quran. Jadi, seorang ushuly membahas setiap macam dari cabang-cabang tersebut supaya bisa menghasilkan macam-macam hukum yang umum (kully), yang bisa menunjukkan kepada macam shighot tersebut dengan menggunakan metode penyelidikan mengenai asas Bahasa Arab dan mengenai tata-cara hukum syariat Islam. Apabila dia bisa mengambil kesimpulan, bahwa shighot 'amr itu memberikan pengertian wajib, atau shighot nahi itu memberikan pengertian haram, atau shighot umum itu memberikan pengertian tercakupnya semua unsur-unsur dalam dalil 'Am secara pasti, dan atau shighot ithlaq (mutlak) itu memberikan pengertian tetapnya hukum secara mutlak, maka dengan itu disusunlah kaidah-kaidah seperti berikut:
1).Perintah itu mewajibkan
2).Larangan itu mengharamkan
3).Lafaz umum itu mencakup seluruh satuannya
4).Lafaz mutlak itu mengacu pada satuan secara umum tanpa kait.
Obyek pembahasan Ilmu Fiqh ialah perbuatan orang dewasa (Mukallaf) ialah seorang muslim yang telah akil baligh (dewasa) dipandang dari ketetapan hukum syariat Islam. Jadi seorang al-Faqib (ahli hukum Islam), membahas tentang jual-beii mukallaf, tentang sewa-menyewanya, tentang penggadaiannya, tentang membuat wakilnya, tentang shalat dan puasanya, tentang hajinya, pembunuhannya, tuduhannya, pencuriannya, tentang ikrar dan wakafnya, supaya dia mengerti tentang hukum syariat Islam dalam semua tindak dan perbuatannya.
Sedangkan obyek pembahasan ilmu Ushulul Fiqh ialah: dalil syar'i yang umum dipandang dari ketetapan-ketetapan hukum yang umum pula. Jadi seorang ahli ushul (ushuly), membahas tentang al-Qiyas dan kehujjahannya, membahas pula tentang dalil 'Am dan yang membatasinya, tentang 'Amr (perintah) dan hal-hal yang menunjukkan makna amar, dan begitu seterusnya. Untuk menjelaskan soal-soal tersebut, ada contoh-contoh sebagai berikut: Al-Quran adalah dalil syar'i yang pertama bagi setiap hukum. Artinya nash-nash syar'iyah tidak terumuskan dalam satu bentuk saja. Bahkan di antaranya ada yang terumuskan dengan bentuk perintah ('amr), ada pula yang dengan bentuk (shighot) larangan (nahi), dan ada pula yang dengan shighot umum atau mutlak. Maka semua shighot tersebut adalah "macam keumuman" (kulliyah) yang diambil dari macam-macam dalil syar'i yang umum pula ('am), yaitu al-Quran. Jadi, seorang ushuly membahas setiap macam dari cabang-cabang tersebut supaya bisa menghasilkan macam-macam hukum yang umum (kully), yang bisa menunjukkan kepada macam shighot tersebut dengan menggunakan metode penyelidikan mengenai asas Bahasa Arab dan mengenai tata-cara hukum syariat Islam. Apabila dia bisa mengambil kesimpulan, bahwa shighot 'amr itu memberikan pengertian wajib, atau shighot nahi itu memberikan pengertian haram, atau shighot umum itu memberikan pengertian tercakupnya semua unsur-unsur dalam dalil 'Am secara pasti, dan atau shighot ithlaq (mutlak) itu memberikan pengertian tetapnya hukum secara mutlak, maka dengan itu disusunlah kaidah-kaidah seperti berikut:
1).Perintah itu mewajibkan
2).Larangan itu mengharamkan
3).Lafaz umum itu mencakup seluruh satuannya
4).Lafaz mutlak itu mengacu pada satuan secara umum tanpa kait.
D.Hubungan antara Ilmu Fiqh dengan Ushul Fiqh
Ushul Fiqih sebagai ilmu, fungsi kerjanya merupakan alat untuk mendapatkan rumusan hukum fiqih, yang dihasilkan dari dalil-dalil syariat. Dengan demikian dapat dirumuskan hubungan antara Ushul Fiqih dengan fiqih, antara lain:
a.Ushul Fiqih ibarat rantai penghubung antara fiqih dengan sumbernya
b.Ushul Fiqih merupakan sistem atau metode untuk mengeluarkan hukum fiqih, agar para pakar fiqih terhindar dari kesalahan dalam menentukan hukum fiqih.
c.Ushul Fiqih merupakan sarana untuk pengembangan ilmu fiqih yang telah dirintis oleh ulama generasi pendahulu,
Disamping itu, hubungan ilmu fiqih dengan Ushul Fiqih, yaitu Ilmu Fiqih merupakan produk dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang kerena berkembangnya Ilmu Ushul Fiqh. Ilmu fiqh akan bertambah maju manakala ilmu Ushul Fiqh mengalami kemajuan karena ilmu Ushul Fiqh adalah semacam ilmu atau alat yang menjelaskan metode dan sistem penetapan hukum berdsarkan dalil- dalil aqli maupun naqli. Sedangkan Ilmu Ushul fiqh adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam- macam ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan hukum syara’ yang harus diamalkan manusia.
Untuk memudahkan pemahaman dalam masalah seperti ini, kami kemukakan contoh- contoh tentang perintah mengerjakan sholat berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra’ yang terjemahannya sebagai berikut:
“Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula) sholat shubuh. Sesungguhnya sholat shubuh itu disaksiakn ( oleh Malaikat). QS. Al- Isra: 78
Nabi Muhammad SAW telah bersabda dalam hadits-Nya yang berbunyi:
“Shalatlah sebagaimana kamu melihatku bershalat”. (HR. Muttafaqun alaihi).
Dari firman Allah SWT dan Hadist Nabi Muhammad SAW belum dapat diketahui, apakah hukmnya mengerjakan shalat itu, baik wajib, sunat, atau harus. Dalam masalah ini Ushul Fiqh memberikan dalil bahwa hukum perintah atau suruhan itu asalnya wajib, terkecuali adanya dalil lain yang memalingkannya dari hukumannya yang asli itu.Hal itu dapat dilihat dari kalimat perintah mengenai mengerjakan Shalat bagi umat Islam.
BAB II
PENUTUP
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara terminologi, ‘Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta akhlak manusia. Secara garis besar Ilmu al-Qur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara terminologi, ‘Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta akhlak manusia. Secara garis besar Ilmu al-Qur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya. Dan Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya .
B.Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini. Harapan kami dengan adanya tulisan ini semoga dapat bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca. Aamiin
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini. Harapan kami dengan adanya tulisan ini semoga dapat bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca. Aamiin
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarifuddin. 2008. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana .
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A. 2004. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawai Press.
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A. 2004. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawai Press.
No comments:
Post a Comment