MAKALAH ILMU FIQIH
"IJTIHAD"
"IJTIHAD"
DI SUSUN OLEH:
SAMSUL BAHRI
20700113033
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
SAMSUL BAHRI
20700113033
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, marilah kita panjatkan puji syukur atas ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala dimana kita masih diberikan nikmat kesehatan, kesempatan serta hidayah dan taufik, suatu nikmat yang begitu banyak dan besar sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sahabat serta keluarganya sebab jasa beliaulah yang membawa umat manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT.
Makalah ini dapat selesai karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sangat mengucapkan terima kasih karena telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmu hadits ini masih banyak terdapat kekurangan dari segala aspek. Olehnya itu, kami sangat membutuhkan masukan dan arahan agar sekiranya kami dapat membenahinya dalam penulisan selanjutnya.
Demikianlah makalah ini kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin!!!
Samata-Gowa, 01 April 2014
Penulis
Makalah ini dapat selesai karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami sangat mengucapkan terima kasih karena telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmu hadits ini masih banyak terdapat kekurangan dari segala aspek. Olehnya itu, kami sangat membutuhkan masukan dan arahan agar sekiranya kami dapat membenahinya dalam penulisan selanjutnya.
Demikianlah makalah ini kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin!!!
Samata-Gowa, 01 April 2014
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ijtihad
Kata Ijtihad berasal dari kata kerja “Ijtihada” artinya bersunggunh-sungguh, yakni hanya teropakai untuk hal-hal yang berat, seperti orang berkata : “Aku berusaha keras mengangkat batu besar itu”. Kalimat “Ijtihad” tidak terpakai dalam hal-hal yang ringan seperti orang berkata : “aku berusaha keras unuk mengangkat biji sawi itu.”
Kata Ijtihad berasal dari kata kerja “Ijtihada” artinya bersunggunh-sungguh, yakni hanya teropakai untuk hal-hal yang berat, seperti orang berkata : “Aku berusaha keras mengangkat batu besar itu”. Kalimat “Ijtihad” tidak terpakai dalam hal-hal yang ringan seperti orang berkata : “aku berusaha keras unuk mengangkat biji sawi itu.”
Ijtihad menurut istiah ahli ushul fiqih adalah seorang ahli fiqih yang mencurahkan kesanggupannya dan berusaha keras untuk mendapatkan satu ilmu tentang hukum syariat.
Dapat disimpulkan bahwa Ijtihad adalah pengeraha usaha yang bersungguh-sungguh hingga tingkat maksimal oleh seorang fakih atau ahli agama, guna menyelidiki dan memeriksa keterangan-keterangan dari Al-Quran dan Sunnah untuk memperoleh sangkaan yang berat atau hukum yang bersifat Zonni, dalam meng-istinbat-kan suatu hukum syara’ untuk diamalkan.
B.Dasar Hukum Ijtihad
Dasar hukum ijtihad ada 3 macam yaitu :
1.Dalil Al-Qur'an.yang menjadi dasar Ijtihad dalam Alquran ialah :
a.surah an-Nisa' ayat 83
83.Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amridi antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri) kalau tidaklah Karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
b.surah asy-Syu'ara' ayat 38
38.Lalu dikumpulkan ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang ma'lum
Dasar hukum ijtihad ada 3 macam yaitu :
1.Dalil Al-Qur'an.yang menjadi dasar Ijtihad dalam Alquran ialah :
a.surah an-Nisa' ayat 83
83.Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amridi antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri) kalau tidaklah Karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
b.surah asy-Syu'ara' ayat 38
38.Lalu dikumpulkan ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang ma'lum
c.surah al-Hasyr ayat 2
2.Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
Surah al-Baqarah ayat 59
59.Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, Karena mereka berbuat fasik.
2.Sunnah. Dasar ijtihad dalam sunnah ialah Sabda Nabi SAW yang artinya:
2.Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
Surah al-Baqarah ayat 59
59.Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, Karena mereka berbuat fasik.
2.Sunnah. Dasar ijtihad dalam sunnah ialah Sabda Nabi SAW yang artinya:
“apabila seorang hakim berijtihad dan bernar, maka baginya dua pahala, tetapi bila berijtihadlalu keliru maka baginya satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini diucapkan Nabi SAW dalam rangka membenarkan perbuatan Amr bin As yang salat tanpa terlebih dahulu mandi, padahal ia dalam keadaan junub. Amr hanya melalkukan tayammum. Dalam hadis lain yang menjelaskan dialog nabi SAW s=dengan Mu’az bin Jabal ketika hendak diutus ke Yaman. Pada intinya, Nabi SAW bertanya kepada Mu’az, dengan pa ia akan memutuskan hukum. Lalu Mu’az menjawab bahwa jika ia tidak menemukan hukumnya di dalam Al-Qr’an dan sunnah Rasulullah SAW, ia akan memutuskan hukum denag jalan Ijtihad.
3.Ijma’.
3.Ijma’.
Adapun dasar dari Ijma’ dimaksudkan bahwa umat islam dalam berbagai mazhab telah sepakat atas kebolehan berijtihad dan bahkan telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah SAW. Ijtihad yang dilakukan para ulama merupakan alternatif yang ditempuh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat karena tuntutan situasi dan perkembangan zaman.
Ijtihad hanya dilakukan terhadap masalah yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur'an dan sunah. Ijtihad dilakukan oleh para ulama untuk menjawab persoalan dalam masyarakat yang bersifat dinamis dan senantiasa mengalami perubahan dan berkembang mengikuti peredaran zaman. Ijtihad banyak dilakukan dalam bidang fikih sesudah zaman sahabat dan tabiin (orang-orang yang hanya bertemu dengan sahabat, tidak bertermu dengan Nabi SAW). Karena banyaknya ijtihad yang pakai pada masa ini, timbul banyak perbedaan pendapat antara ulama-ulama fikih, yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab fikih.
C.Objek dan Macam-macam Ijtihad
Menurut Imam Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qoth’i. Dengan demikian, syariat Islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu, hukum-hukum yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok Islam, yang berdasarkan pada dalil dalil qoth’i, seperti kewajiban melaksanakan rukun Islam, atau haramnya berzina, mencuri dan lain-lain. Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni, serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para ulama.
Adapun macam-macam Ijtihad dari segi obyek kajiannya, menurut al Syatibhi, dibagi menjadi dua yaitu:
1.Ijtihad Istinbathi
Adalah ijtihad yang dilakukan dengan mendasarkan pada nash-nash syariat dalam meneliti dan menyimpulkan ide hukum yang terkandung di dalamnya. dan hasil dari ijtihad tersebut kemudian dijadikan sebuah tolak ukur untuk setiap permasalahan yang dihadapi.
2.Ijtihad Tathbiqi
Jika ijtihad istimbathi dilakukan dengan mendasarkan pada nash-nash syariat, maka ijtihad Tathbiqi dilakukan dengan permasalahan kemudian hukum produk dari ijtihad istinbathi akan diterapkan.
D.Syarat-syarat Mujtahid dan Tingkatannya
Orang-orang yang melakukan Ijtihad, dinamakan Mujtahid, dan harus memenuhi beberapa syarat :
1.Mengerti Bahasa Arab
Syarat ini disepakati oleh para ulama, karena kedua dasar hukum yakni Al-Quran dan hadis adalah berbahasa arab. Al- Gazali mewajibkan mengetahui perkataan/kalam yang syarfi’ dan zahir, Mujmal, Hakikat, Majaz, Aam, Khaz, Muhkamah mutasyabihat, mutlat, Mukayat, Mafhum dan lain-lain.
2.Memahami tentang Al-Quran dan Nasikh Manshukh
Yang mensyaratkan demikian termasuk Imam Syafi’i, Mengingat bahwa ayat-ayat Al-Quran tidak semuanya jelas dan terperinci. Lagi pula untuk membedakan ayat-ayat hukum dengan yang bukan, tentu harus mngetahui secara keseluruhan, demikian kata Imam Asnawi.
Dalam satu riwayat, Imam Syafi’i mensyaratkan harus hafal seluruh ayat Al-Quran, Sedang sebagian ulama tidak mensyaratkan yang demikian
3.Mengerti tentang Sunah
Syarat ini disepakati oleh para ulama, dan harus mengetahui pula jalan riwayat dan kekuatan perawinya. Tetapi karena sekarang telah banyak kitab yang mengelompokkan hadist yang sah dn yang tidak, maka mujtahid cukup megetahui riwayat dan keadaannya secara global. Demikian Abu Zuhrah.
4.Mengetahui hal-hal yang di ijma’-kan dan Yang di Ikhtilaf-kan
Para ulama sepakat tentang syarat ini, tetapi tidak mesti harus menghapal semua masalah yang telah di ijma’kan. Yang pentng adalah mengetahui masalah-masalah yang di ijma’kan dan yang di ikhtilafkan. Walau demikian, Imam Syafi’;i mewajibkan untuk mengetahui pendapat-penadapat mujtahid yang menyalahinya.
5.Mengerti tentang Qiyas
Menurut Imam Syafi’i, syarat ini sangat penting karena qiyas sangat identik dengan Ijtihad, bahkan ijtihad sering disebut qiyas. Karenanya mujtahid haus mengetahuui kaidah qiyas dan yang berhubungan dengannya.
6.Mengetahui maksud-maksud hukum
Seorang mujtahid harus mengerti tentang maksud dan tujuan syariat, yang mana harus bersendikan pada kemaslahatan umat. Syarat demikian ini didukung oleh Asyatibi .
7.Memiliki pemahaman dan penilaian yang benar
Syarat ini bertujuan untuk lebih mengarahakan dalam membedakan pendapat yang kuat dan yang lemah. Dalam hal ini Imam Asnawih menambahkan bahwa mujtahid harus pula menguasai ilmu mantiq agar terhindar dari kesalahan dalam mengemukakan cara-cara atau metode berpikir.
8.Sebagian ulama ada juga yang mensyaratkan, bahwa seorang mujtahid harus berhati bersih dan berniat lurus karena hal tersebut dapat mempermudah pemecahan masalah.
Menurut Rachmat Syafe’i (1999 : 104-106) menyebutkan syarat-syarat mujtahid sebagai berikut :
1.Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Quran baik menurut bahasa maupun syari’ah.
2. Menguasai dan mengetahui hadits-hadits tentang hukum baik menurut bahasa maupun syari’at.
3.Menguasai Naskh dan mansukh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah supaya tidak salah dalam menetapkan hukum namun tidak diisyaratkan harus menghapalnya.
4.Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma ulama, sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma.
5.Mengetahui Qyas dan berbagai persyaratnnya serta mengistimbatkannya karena Qyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
6.Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahsa serta problemaikanya.
7.Mengetahui ilmu Ushul Fiqih yang merupakan pondasi dari ijtihad.
8.Mengathui maqashidu Asy-Syari’ah (tujuan syari’at secara umum karena bagaimanapun juga syari;at itu berkaitan dengan maqashidu Asy-Syari’ah atau rahasia disayari’atkannya suatu hukum
Adapun tingkatan Mujtahid menurut Rachamat Syafe’i dalam bukunya Ushul Fiqih menyebutkan(1999 : 108-109) dalam yaitu :
1.Mujtahid mustakil adalah seorang mutahid yang bebas memiliki, menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sndiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.
2.Mujtahid mutlaq ghairul mustakil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustakin, namun dia tidak menciptakan kaidah-kaidahnya tetapi mengikuti metode salam imam madzhab.
3.Mujtahid muqyyad adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab-madzhab imamnya.
4.Mujtahid tarjih adalah yang belum sampai derajatnya pada mujtahid tkhriz.
5.Mujtahid fatwa adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memahami fatwa-fatwa imam madzhabnya dengan baik, beserta dasar-dasar argumentasinya sehingga dapat menjelaskan kepada orang lain secara terang dan rinci.
Adapun Menurut Ash-Shiddiey (1953 : 118) dalam bukunya Pengantar Hukum Islam bahwa tingkatan mujtahid terbagi 4 yaitu :
1.Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang membangun suatu madzhab yang tertentu.
2.Mujtahid Fill madzhab adalah orang yang tidak membentuk suatu madzhab sendiri tetapi mengikuti salah satu dari seorang madzhab.
3.Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya adalah berijtihad hanya beberapa masalah tidak dalam soal-soal pokok yang umum.
4.Mujtahid Muqayad adalah orang-orang yang mengikat diri dengan pendapat-pendapat salaf dan mengikuti ijtihad mereka.
Menurut M. Husen (2003 : 58-59) dalam bukunya Perbandingan Madzhab bahwa tingkatkan mujtahid terbagi 3 yaitu :
1.Mujtahid yang mengetahui kitabullah, sunnah rasul-Nya dan pendapat-pendapat sahabat.
2.Mujtahid yang terikat dalam suatu madzhab imam yang diikutinya.
3.Mujtahid yang dalam imam yang ikuti, berusaha menguatkan madzhab dengan dalil pengetahuan dengan baik fatwa-fatwa imamnya.
Dari beberapa buku yang membahas tentang ijtihad dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkatan mujtahid adalah sebagai berikut :
1.Mujtahid mustakil adalah seorang mutahid yang bebas memiliki, menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sndiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.
2.Mujtahid mutlaq ghairul mustakil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustakin, namun dia tidak menciptakan kaidah-kaidahnya tetapi mengikuti metode salam imam madzhab.
3.Mujtahid muqayyad adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab-madzhab imamnya.
4.Mujtahid tarjih adalah yang belum sampai derajatnya pada mujtahid tkhriz.
5.Mujtahid fatwa adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memahami fatwa-fatwa imam madzhabnya dengan baik, beserta dasar-dasar argumentasinya sehingga dapat menjelaskan kepada orang lain secara terang dan rinci.
6.Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang membangun suatu madzhab yang tertentu.
7.Mujtahid Fill madzhab adalah orang yang tidak membentuk suatu madzhab sendiri tetapi mengikuti salah satu dari seorang madzhab.
8.Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya adalah berijtihad hanya beberapa masalah tidak dalam soal-soal pokok yang umum.
9.Mujtahid munstasib adalah orang yang mempunyai syarat-syarat ijtihad tetapi tergabungkan dirinya kepada suatu madzhab.
Ijtihad hanya dilakukan terhadap masalah yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur'an dan sunah. Ijtihad dilakukan oleh para ulama untuk menjawab persoalan dalam masyarakat yang bersifat dinamis dan senantiasa mengalami perubahan dan berkembang mengikuti peredaran zaman. Ijtihad banyak dilakukan dalam bidang fikih sesudah zaman sahabat dan tabiin (orang-orang yang hanya bertemu dengan sahabat, tidak bertermu dengan Nabi SAW). Karena banyaknya ijtihad yang pakai pada masa ini, timbul banyak perbedaan pendapat antara ulama-ulama fikih, yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab fikih.
C.Objek dan Macam-macam Ijtihad
Menurut Imam Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qoth’i. Dengan demikian, syariat Islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu, hukum-hukum yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok Islam, yang berdasarkan pada dalil dalil qoth’i, seperti kewajiban melaksanakan rukun Islam, atau haramnya berzina, mencuri dan lain-lain. Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni, serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para ulama.
Adapun macam-macam Ijtihad dari segi obyek kajiannya, menurut al Syatibhi, dibagi menjadi dua yaitu:
1.Ijtihad Istinbathi
Adalah ijtihad yang dilakukan dengan mendasarkan pada nash-nash syariat dalam meneliti dan menyimpulkan ide hukum yang terkandung di dalamnya. dan hasil dari ijtihad tersebut kemudian dijadikan sebuah tolak ukur untuk setiap permasalahan yang dihadapi.
2.Ijtihad Tathbiqi
Jika ijtihad istimbathi dilakukan dengan mendasarkan pada nash-nash syariat, maka ijtihad Tathbiqi dilakukan dengan permasalahan kemudian hukum produk dari ijtihad istinbathi akan diterapkan.
D.Syarat-syarat Mujtahid dan Tingkatannya
Orang-orang yang melakukan Ijtihad, dinamakan Mujtahid, dan harus memenuhi beberapa syarat :
1.Mengerti Bahasa Arab
Syarat ini disepakati oleh para ulama, karena kedua dasar hukum yakni Al-Quran dan hadis adalah berbahasa arab. Al- Gazali mewajibkan mengetahui perkataan/kalam yang syarfi’ dan zahir, Mujmal, Hakikat, Majaz, Aam, Khaz, Muhkamah mutasyabihat, mutlat, Mukayat, Mafhum dan lain-lain.
2.Memahami tentang Al-Quran dan Nasikh Manshukh
Yang mensyaratkan demikian termasuk Imam Syafi’i, Mengingat bahwa ayat-ayat Al-Quran tidak semuanya jelas dan terperinci. Lagi pula untuk membedakan ayat-ayat hukum dengan yang bukan, tentu harus mngetahui secara keseluruhan, demikian kata Imam Asnawi.
Dalam satu riwayat, Imam Syafi’i mensyaratkan harus hafal seluruh ayat Al-Quran, Sedang sebagian ulama tidak mensyaratkan yang demikian
3.Mengerti tentang Sunah
Syarat ini disepakati oleh para ulama, dan harus mengetahui pula jalan riwayat dan kekuatan perawinya. Tetapi karena sekarang telah banyak kitab yang mengelompokkan hadist yang sah dn yang tidak, maka mujtahid cukup megetahui riwayat dan keadaannya secara global. Demikian Abu Zuhrah.
4.Mengetahui hal-hal yang di ijma’-kan dan Yang di Ikhtilaf-kan
Para ulama sepakat tentang syarat ini, tetapi tidak mesti harus menghapal semua masalah yang telah di ijma’kan. Yang pentng adalah mengetahui masalah-masalah yang di ijma’kan dan yang di ikhtilafkan. Walau demikian, Imam Syafi’;i mewajibkan untuk mengetahui pendapat-penadapat mujtahid yang menyalahinya.
5.Mengerti tentang Qiyas
Menurut Imam Syafi’i, syarat ini sangat penting karena qiyas sangat identik dengan Ijtihad, bahkan ijtihad sering disebut qiyas. Karenanya mujtahid haus mengetahuui kaidah qiyas dan yang berhubungan dengannya.
6.Mengetahui maksud-maksud hukum
Seorang mujtahid harus mengerti tentang maksud dan tujuan syariat, yang mana harus bersendikan pada kemaslahatan umat. Syarat demikian ini didukung oleh Asyatibi .
7.Memiliki pemahaman dan penilaian yang benar
Syarat ini bertujuan untuk lebih mengarahakan dalam membedakan pendapat yang kuat dan yang lemah. Dalam hal ini Imam Asnawih menambahkan bahwa mujtahid harus pula menguasai ilmu mantiq agar terhindar dari kesalahan dalam mengemukakan cara-cara atau metode berpikir.
8.Sebagian ulama ada juga yang mensyaratkan, bahwa seorang mujtahid harus berhati bersih dan berniat lurus karena hal tersebut dapat mempermudah pemecahan masalah.
Menurut Rachmat Syafe’i (1999 : 104-106) menyebutkan syarat-syarat mujtahid sebagai berikut :
1.Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Quran baik menurut bahasa maupun syari’ah.
2. Menguasai dan mengetahui hadits-hadits tentang hukum baik menurut bahasa maupun syari’at.
3.Menguasai Naskh dan mansukh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah supaya tidak salah dalam menetapkan hukum namun tidak diisyaratkan harus menghapalnya.
4.Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma ulama, sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma.
5.Mengetahui Qyas dan berbagai persyaratnnya serta mengistimbatkannya karena Qyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
6.Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahsa serta problemaikanya.
7.Mengetahui ilmu Ushul Fiqih yang merupakan pondasi dari ijtihad.
8.Mengathui maqashidu Asy-Syari’ah (tujuan syari’at secara umum karena bagaimanapun juga syari;at itu berkaitan dengan maqashidu Asy-Syari’ah atau rahasia disayari’atkannya suatu hukum
Adapun tingkatan Mujtahid menurut Rachamat Syafe’i dalam bukunya Ushul Fiqih menyebutkan(1999 : 108-109) dalam yaitu :
1.Mujtahid mustakil adalah seorang mutahid yang bebas memiliki, menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sndiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.
2.Mujtahid mutlaq ghairul mustakil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustakin, namun dia tidak menciptakan kaidah-kaidahnya tetapi mengikuti metode salam imam madzhab.
3.Mujtahid muqyyad adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab-madzhab imamnya.
4.Mujtahid tarjih adalah yang belum sampai derajatnya pada mujtahid tkhriz.
5.Mujtahid fatwa adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memahami fatwa-fatwa imam madzhabnya dengan baik, beserta dasar-dasar argumentasinya sehingga dapat menjelaskan kepada orang lain secara terang dan rinci.
Adapun Menurut Ash-Shiddiey (1953 : 118) dalam bukunya Pengantar Hukum Islam bahwa tingkatan mujtahid terbagi 4 yaitu :
1.Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang membangun suatu madzhab yang tertentu.
2.Mujtahid Fill madzhab adalah orang yang tidak membentuk suatu madzhab sendiri tetapi mengikuti salah satu dari seorang madzhab.
3.Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya adalah berijtihad hanya beberapa masalah tidak dalam soal-soal pokok yang umum.
4.Mujtahid Muqayad adalah orang-orang yang mengikat diri dengan pendapat-pendapat salaf dan mengikuti ijtihad mereka.
Menurut M. Husen (2003 : 58-59) dalam bukunya Perbandingan Madzhab bahwa tingkatkan mujtahid terbagi 3 yaitu :
1.Mujtahid yang mengetahui kitabullah, sunnah rasul-Nya dan pendapat-pendapat sahabat.
2.Mujtahid yang terikat dalam suatu madzhab imam yang diikutinya.
3.Mujtahid yang dalam imam yang ikuti, berusaha menguatkan madzhab dengan dalil pengetahuan dengan baik fatwa-fatwa imamnya.
Dari beberapa buku yang membahas tentang ijtihad dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkatan mujtahid adalah sebagai berikut :
1.Mujtahid mustakil adalah seorang mutahid yang bebas memiliki, menggunakan kaidah-kaidah yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sndiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.
2.Mujtahid mutlaq ghairul mustakil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustakin, namun dia tidak menciptakan kaidah-kaidahnya tetapi mengikuti metode salam imam madzhab.
3.Mujtahid muqayyad adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab-madzhab imamnya.
4.Mujtahid tarjih adalah yang belum sampai derajatnya pada mujtahid tkhriz.
5.Mujtahid fatwa adalah orang yang memiliki kemampuan dalam memahami fatwa-fatwa imam madzhabnya dengan baik, beserta dasar-dasar argumentasinya sehingga dapat menjelaskan kepada orang lain secara terang dan rinci.
6.Mujtahid Fisy-syar’I adalah orang yang membangun suatu madzhab yang tertentu.
7.Mujtahid Fill madzhab adalah orang yang tidak membentuk suatu madzhab sendiri tetapi mengikuti salah satu dari seorang madzhab.
8.Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya adalah berijtihad hanya beberapa masalah tidak dalam soal-soal pokok yang umum.
9.Mujtahid munstasib adalah orang yang mempunyai syarat-syarat ijtihad tetapi tergabungkan dirinya kepada suatu madzhab.
BAB II
PENUTUP
A.Kesimpulan
adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pemabahsan tersebut yaitu :
1.Ijtihad adalah pengeraha usaha yang bersungguh-sungguh hingga tingkat maksimal oleh seorang fakih atau ahli agama, guna menyelidiki dan memeriksa keterangan-keterangan dari Al-Quran dan Sunnah untuk memperoleh sangkaan yang berat atau hukum yang bersifat Zonni, dalam meng-istinbat-kan suatu hukum syara’ untuk diamalkan.
2.Dasar hukum ijtihad ada 3 macam yaitu : dalil Al-Quran, Sunnah dan Ijma’
3.Objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qoth’i.
4.Macam-macam ijtihad ada 2 macam yaitu : Ijtihad Istinbathi dan Ijtihad Tathbiqi
5.Syarat- syarat mujtahid yaitu Mengerti Bahasa Arab, Memahami tentang Al-Quran dan Nasikh Manshukh, Mengerti tentang Sunah, Mengetahui hal-hal yang di ijma’-kan dan Yang di Ikhtilaf-kan, Mengerti tentang Qiyas, Mengetahui maksud-maksud hukum, Memiliki pemahaman dan penilaian yang benar, harus berhati bersih dan berniat lurus
6.Tingkatan mujtahid yaitu Mujtahid mustakil, Mujtahid mutlaq ghairul mustakil, Mujtahid muqayyad, Mujtahid tarjih, Mujtahid fatwa, Mujtahid Fisy-syar’I, Mujtahid Fill madzhab, Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya, Mujtahid munstasib.
B.Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca.
adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pemabahsan tersebut yaitu :
1.Ijtihad adalah pengeraha usaha yang bersungguh-sungguh hingga tingkat maksimal oleh seorang fakih atau ahli agama, guna menyelidiki dan memeriksa keterangan-keterangan dari Al-Quran dan Sunnah untuk memperoleh sangkaan yang berat atau hukum yang bersifat Zonni, dalam meng-istinbat-kan suatu hukum syara’ untuk diamalkan.
2.Dasar hukum ijtihad ada 3 macam yaitu : dalil Al-Quran, Sunnah dan Ijma’
3.Objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qoth’i.
4.Macam-macam ijtihad ada 2 macam yaitu : Ijtihad Istinbathi dan Ijtihad Tathbiqi
5.Syarat- syarat mujtahid yaitu Mengerti Bahasa Arab, Memahami tentang Al-Quran dan Nasikh Manshukh, Mengerti tentang Sunah, Mengetahui hal-hal yang di ijma’-kan dan Yang di Ikhtilaf-kan, Mengerti tentang Qiyas, Mengetahui maksud-maksud hukum, Memiliki pemahaman dan penilaian yang benar, harus berhati bersih dan berniat lurus
6.Tingkatan mujtahid yaitu Mujtahid mustakil, Mujtahid mutlaq ghairul mustakil, Mujtahid muqayyad, Mujtahid tarjih, Mujtahid fatwa, Mujtahid Fisy-syar’I, Mujtahid Fill madzhab, Mujtahid fill masail/mujtahid fil fulnya, Mujtahid munstasib.
B.Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa dipahami oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli. Ilmu Fiqh. Jakarta: Kencana. 2010
http://quranpetunjukjalan.blogspot.com/2008/08/mujtahid-persyaratan-dan-tingkatannya.html
http://quranpetunjukjalan.blogspot.com/2008/08/mujtahid-persyaratan-dan-tingkatannya.html
No comments:
Post a Comment